Membuat Datacenter di Rumah Sendiri

TL/DR, ceritanya apa ini?
- Beli server berkapasitas datacenter tahun 2015an untuk dipasang di rumah sebagai server self hosting
Background
Saya Affan Basalamah, saya konsultan IT lepas serta community trainer APNIC, sudah beberapa waktu saya memerlukan memerlukan peralatan server untuk keperluan simulasi dan perencanaan sistem network & datacenter, sejalan dengan keperluan saya di bidang IT consulting.
Pengalaman saya dulu 12 tahun di ITB, jabatan terakhir sebagai kepala infrastruktur IT di direktorat sistem teknologi informasi ITB, pengalaman saya merencanakan, mendesain, membuat, dan mengoperasikan datacenter onprem di ITB untuk semua keperluan layanan IT di ITB dari tahun 2007 sampai akhir tahun 2019.
Di tempat saya sudah ada server rumahan dari PC yang dipasang SSD berisi VMware ESXi versi 6.7, berisi beberapa aplikasi bisnis kecil, spesifikasi cuma CPU 4 core dengan memori 16GB, barely making 2 VM, kalau ada 3 VM sudah ngehang dia, karena core count nya cuma 4. Ditambah dengan router dari ISP, Mikrotik untuk membagi trafik, WiFi mesh dari Deco (TP-Link), serta DVR CCTV biasa. Duduk di atas meja biasa dengan kabel awut-awutan, saking jeleknya nggak akan saya share di sini.
Saya coba cari layanan cloud & hosting VM, tidak ada yang menyediakan solusi keperluan saya dengan harga yang relatif murah. Basically untuk keperluan development, menggunakan cloud itu membuat uang kita berubah menjadi fugazy, wazy wozy, fairy dust, gone, poof, hilang tanpa bekas.
Saya coba cari server mini PC untuk dipakai di rumah, namun spesifikasi yang diperlukan itu tidak tersedia pada server mini PC itu, kalaupun ada, solusinya menjadi berjumlah banyak dengan harga yang jadinya cukup mahal juga.
Setelah dilihat di toko onlne, ternyata ada beberapa toko yang menyediakan server enterprise aftermarket, yaitu server bekas yang berasal dari berbagai tempat, misalnya datacenter yang ditutup (karena pemiliknya migrasi ke cloud), atau pemutihan server lama dikarenakan upgrade ke server baru, dan lain sebagainya. Saya amati server ini berasal dari tahun pembuatan 2014-2015, 10 tahun yg lalu, dan server ini masih cukup performant untuk mengerjakan pekerjaan yang diperlukan saat ini, walaupun dengan beberapa kekurangan yang nanti saya jelaskan.
Jadi pada dasarnya, server 10 tahun yang lalu berada di datacenter perusahaan, saat ini bisa anda nikmati di rumah sendiri. Tentu saja dengan berbagai caveats dan hal-hal lain.
Survey, perencanaan, dan pembelian
Akhirnya saya melakukan survey tentang server yang dapat memenuhi keperluan saya, diawali dengan keperluan resources nya:
CPU > 20-40 core, dan lebih (beli server jangan mepet)
RAM 64-128GB ke atas
storage agak gede
Pertimbangan pertama adalah: server ini mau diletakkan di mana? karena saya nggak punya ruangan dedicated di rumah (mana ada orang punya rumah yang ada ruang servernya?) maka saya coba cari solusi server yang lebih mudah blending dengan situasi rumah, yaitu tower/desktop server.
Pilihan yang muncul, mulai dari server IBM/Lenovo workstation, sampai ke Dell tower/desktop server. Dengan spesifikasi di antaranya CPU Intel Xeon E5-2609 atau 2620 yang CPU count nya cuma sedikit (20 vCPU) sampai ke E5-2660 atau 2680 yang mencapat 40 core count. RAM 64 atau 128GB, nampaknya menarik.
Desktop/tower server juga relatif fan nya lebih besar, sehingga lebih mudah mendinginkan server dengan RPM fan yang lebih kecil, sehingga suara yg keluar dari server nggak berisik-berisik amat di tengah rumah.
Power consumption dari server juga kurang lebih saja.
Pendinginan dari server juga relatif cukup, saya tinggal di Bandung bagian barat, dan suhu ruangan rata-rata berkisar di antara 29 derajat celcius di siang hari dan 23 derajat celcius di malam hari.
Alasan pada akhirnya saya nggak mau pakai server desktop/tower adalah karena pembelian server ini tidak berkontribusi untuk membuat tempat server menjadi lebih rapi, yang ada adalah menambah keruwetan saja. Lebih baik menggunakan server yang dipasang di dalam rack, dan kabel yang berseliweran tadi bisa disembunyikan di balik tiang rack itu.
Bagaimana dengan mini PC? atau mini PC yang jaman sekarang cukup powerful, misalnya Minisforum 01? Masalahnya begini:
CPU count dari mini PC terkini buatan Intel tidak mendukung full hyperthreading yang dapat menggandakan jumlah core count, saat ini Intel memiliki dua macam CPU core, yaitu performance core (yang dapat digandakan), dan efficiency core (yang tidak dapat digandakan), sehingga kata-kata “12 core CPU (8 efficiency core, 4 performance core)” berarti anda tidak mendapatkan 24 core count, namun 8 + (2×4) = 16 core count saja.
Bagaimana dengan AMD Ryzen? yang memilki core count lebih banyak? Sayangnya aplikasi saya memerlukan Intel CPU, dan saya belum berani mengambil resiko dengan investasi pada barang yang belum dapat dipastikan. Tapi YMMV, ya itu cuma saya aja sih, mungkin anda punya pendapat lain
Tapi pada suatu hari, saya melihat iklan sebuah server di toko online, menjual berbagai jenis server Dell rackmount, mulai dari Dell R630 (1U server) dan Dell R730 (2U server) dengan berbagai konfigurasi CPU dan memori, dan saya menemukan satu server Dell R730xd yang memiliki CPU dan memori yang fantastis: Intel Xeon E5-2699 dual processor (2 socket x 2 hyperthreading x 22 core = 88 core) dan 256GB memori, tersedia dengan harga sekitar 16 juta rupiah. Waduh, ini peluang yang menarik, sayang untuk dilewatkan. Kalau begitu, musti saya siapkan semua komponen pendukung agar server ini bisa dipinang untuk dipakai di rumah. Setelah nego dengan penjualnya, saya minta paket tambahan HDD SAS 600GB untuk dipasang di slot hotplug server, beserta railkit nya agar dapat dipasang dengan rapi pada rack.
Yang agak meragukan dari barang secondhand adalah urusan storage. Mau gimana ngomongnya, storage jaman sekarang itu jauh lebih enak daripada storage jaman dulu. Jaman sekarang hanya dengan pakai NVMe to PCI adapter, dipasang SSD NVMe merek Samsung, Micron, dsb performa storage anda meningkat pesat dengan harga yang relatif murah dibandingkan storage enterprise 10 tahun yg lalu: hanya tersedia SAS/SATA 7200 rpm, belum ada storage di angka di atas 4TB, SSD harganya masih sangat mahal, susah lah. Sama juga untuk server ini, walaupun untuk boot devices saya pakai storage bawaan Dell R730xd berupa dual HDD SAS 600GB RAID1 untuk booting OS hypervisor, tapi untuk storage VM nya saya pakai SSD NVMe saja. Kata teman saya merek Gammix dari ADATA cukup baik di sisi performa, kehandalan, serta harganya, maka saya pakai Gammix S70 berkapasitas 2TB dengan adapter PCI nya, bisa masuk ke slot PCIe server Dell. Setidaknya untuk belasan VM yang akan dipasang, storage segitu mestinya cukup, sebelum saya putuskan bikin server storage sendiri.
Dari namanya saja “rackmount server”, sudah jelas server ini memerlukan “rack” di mana dia bisa di “mount”, dinaikkan di dalam rack. Rack seperti apa yang harus dicari? Nah ini kita harus baca manual dari server itu, dan cari dimensi panjang rack yang memenuhi. Cek panjangnya: 750 mm. Nah artinya nggak bisa pakai rack yang ukurannya kurang dari itu, biasanya sekitar 600 mm untuk rack wallmount. Musti cari rack yang sesuai.
Dicari-cari, ketemu satu vendor rack server lokal, namanya Indorack. Dia menyediakan berbagai macam rack. Saya coba cari rack berukuran depth lebih dari 750 mm, dan rak yang memenuhi keperluan ini tersedia dalam ukuran 900 mm sampai 1200 mm, dan tersedia dalam beberapa ukuran tinggi (20RU s/d 42RU) dan beberapa pilihan (rak tertutup atau rak terbuka). Setelah melihat harganya, wah nggak jadi deh kalau pakai yang rak tertutup, karena harganya 1/3 dari sistem servernya sendiri. Toh ini dipasang di dalam rumah untuk keperluan pribadi, coba cari rak yang terbuka, akhirnya ketemu rak yang sesuai, yaitu Open Rack Post (ORP) yaitu rak terbuka dengan tinggi 20RU yang dapat diperpanjang depth nya dari 600 mm menjadi 900 mm, harganya cukup sesuai, jadi pilih ini saja. Harganya kurang lebih 2 juta dengan PDU rackmount 16 colokan, ditambah asesoris seperti fixed width rack 900 mm untuk menidurkan PC tower existing dan rack cantilever untuk meletakkan barang kecil dan ringan jadinya sekitar 2,8 juta.
Kalau pasang server tapi listriknya tidak handal, ya kasihan banget lah, makanya cari UPS rackmount untuk keperluan ini. Ketemulah UPS APC 2U yang berkapasitas 1000 VA untuk menjaga workload server dan beberapa printilan nya, seperti networking dan WiFi Access point. Harganya termurah dari pliihan model yang ada, sekitar 5,5 juta rupiah. Ada port serial monitoring yang memungkinkan PC menerima peringatan listrik mati, dan PC dapat melakukan perintah shutdown sebelum UPS kehabisan kapasitas. Nanti disetup nya menggunakan sebuah PC kecil, nanti akan dibahas.
Perangkat network nya saya cari yang rackmount, karena nggak seru sudah pakai rack gede tapi perangkat networknya kecil. Dan tentu saja di marketplace Indonesia warna hijau ini, selain barang server aftermarket, juga ada barang network aftermarket. Dengan pengetahuan masa lalu saya sebagai pengguna networking enterprise, saya coba cari berbagai merek yang menyediakan barang dengan harga nggak terlalu mahal, saya budget kan di angka 2 juta. Saya masukkan keyword Cisco, Juniper, dsb, akhirnya saya ketemu router/firewall Juniper SRX345 bekas di angka tepat 2 juta. Wow ini mah bukan barang EoL/EoS, tapi masih disupport secara resmi oleh Juniper. Saya cek lagi, mungkin Juniper ini terlalu wah buat rumahan, tapi saya cek harga Mikrotik rackmount baru ternyata ada di harga 3 juta rupiah kurang sedikit. Ya saya mending pakai Juniper aja lah, sedikit banyak saya familiar, dan saya bisa bikin banyak use case kalau pakai barang enterprise seperti ini. Walaupun demikan, tentu saja nggak ada license L7 dan security signature nya, ya gimana, harga 2 juta kok minta macam-macam, sudah dapat aja masih komplen, disyukuri aja.
All set, peralatan sudah dipesan, ya saya tunggu sekitar 5 hari sampai semua peralatan datang semua, siap untuk dirakit.
Instalasi dan Konfigurasi
Fondasi datacenter pertama yang dipasang ada rack, karena server rackmount ini hanya bisa di-mount di dalam rack, termasuk UPS dan router/switch nya. Mengikuti instruksi dari video youtube yang disediakan oleh Indorack, saya dan kakak saya merakit open rack post ini. Perlu beberapa kali percobaan untuk mendapatkan setelan yang benar, maklum saya dulu itu punya tim kawan-kawan yang bisa merakit rack sendiri, ketika mengerjakannya sendiri ya tentu saja nggak semahir kawan-kawan saya dulu itu. Makan waktu 2 jam untuk merakit, 1 hari untuk tahu bahwa ada yang salah pasang, dan waktu 2 jam untuk membetulkan kesalahan rakitan hari sebelumnya. Alhamdulillah akhirnya rack sudah ada, lengkap dengan castor/roda nya, jadi bisa didorong-dorong, karena dia open rack post, jadi agak ringan.
Pasang UPS APC dan router Juniper relatif mudah, masukkan cage nut ke rack dan mur nya tinggal masuk aja ke rack. Nah pas urusan server, setelah railkit server dipasang, memerlukan tenaga 3 orang untuk memegangi server dan memasukkan server ke dalam railkit, sehingga server dapat terpasang, untung kakak dan kawan saya ada membantu.
PDU rackmount dipasang dan dimasukkan ke UPS, dan UPS dinyalakan, maka peralatan bisa dinyalakan dengan sumber daya terproteksi UPS. UPS relatif tidak ada konfigurasi, lalu router Juniper SRX345 dikonfigurasi mengikuti wizard basic configuration melalui J-Web, interface web dari JunOS, yaitu OS yang dipakai oleh router Juniper SRX ini. Setting dasar aja, yang penting server di dalam bisa tersambung dengan internet di luar. Tapi ya biasalah, J-Web itu cuma perlu pas konfigurasi pertama saja, sisanya lebih baik pakai CLI nya JunOS, lebih mantap gitu kayak engineer beneran, dan J-Web itu lambat banget nggak satset.
Ketika pertama kali server dinyalakan, saya coba langsung konfigurasi bukan menggunakan keyboard mouse dan layar, tapi menggunakan interface port iDRAC (Dell Remote Access Controller), sehingga seluruh proses booting dan konfigurasi hardware nya dapat dikerjakan dari PC dengan web browser. Saya baru sadar, iDRAC 10 tahun yg lalu itu versi iDRAC 8 yang masih menggunakan Java applet, jadi ya terpaksa cari PC laptop yang bisa diinstall Java JRE untuk bisa masuk ke video console dari server.
Pada BIOS dari server, ada beberapa konfigurasi yang saya lakukan, yaitu setting RAID bagi dua HDD SAS yang terpasang, saya konfigurasi menjadi RAID1 mirror, sehingga satu failed disk tidak membuat sistem gagal berjalan. Lalu konfigurasi BIOS terpenting pada server rumahan adalah setting thermal profile, yaitu setting untuk menurunkan kecepatan fan server menjadi minimun, yang dulunya berjalan di putaran 6000 rpm diturunkan menjadi minimal 2000 rpm, setelah dkonfigurasi, maka fan server berjalan pada sekitar 4000 s/d 5000 rpm. Gunanya apa? agar suara server tidak memekakkan telinga, dan lebih kurang seperti kipas angin di setelah maksimum saja, yang masih cukup friendly di telinga orang awam.
Dari console virtual iDRAC, kita upload image ISO dari software virtualisasi yang akan diinstall, saya pilih versi free ESXi 8.0 yang masih saya dapatkan sebelum era VMware dibeli oleh Broadcom. Ya, saya tahu ada software opensource seperti Proxmox, atau versi community dari Enterprise virtualization seperti VCP-NG atau Nutanix, tapi saya pilih aman saja, toh ini bukan untuk keperluan perusahaan besar, hanya untuk keperluan pribadi dan komunitas saya saja.
Setelah virtualisasi diinstall, masuk ke konfigurasi VM nya, maka saya format storage NVMe dengan format VMFS, dan VM sudah bisa dibuat dengan konfigurasi default.
Penggunaan VM
Aplikasi existing berjalan di Ubuntu dengan 2-4 core CPU, 8GB memori, dan 50GB disk, bikin beberapa biji aja ya no sweat, ringan-ringan aja bagi server ini.
Aplikasi yang saya perlukan itu bernama EVE-NG, tapi setelah dipakai beberapa hari muncul berbagai hal yang aneh, akhirnya saya pakai versi lainnya bernama PNETLAB, dengan 40 vCPU dan 96 GB memori, 500GB disk dapai dijalankan dua buah VM berukuran sama, bikin simulasi belasan VM router memori tinggi seperti Juniper vMX dan Cisco XRv 9000 nggak terasa berat, resource server ternyata hanya terkonsumsi sepertiganya saja.
Aplikasi simulasi lainnya yang saya coba bernama Containerlab, berisi Ubuntu atau Debian untuk menjalankan network devices berbasis container, walaupun VM juga bisa berjalan di situ dengan sedikit modifikasi. Ke depannya banyak simulasi network kekinian bisa dijalankan di platform ini, jadi saya juga ingin menjalankannya di server ini. Kasih CPU, RAM, ama harddisknya jangan kekecilan.
VM lainnya yaitu DNS berbasis FreeBSD, bisa dipakai untuk hosting private zone, pasang DNS firewall, dan berbagai oprekan DNS lainnya. Tadinya mau pasang Pi-Hole, tapi nggak seru ah kalau pasang DNS cuma gitu doang.
VM lainnya yaitu server Linux untuk monitoring dan utility, saya mau coba LibreNMS untuk monitoring, dan Netbox atau Nautobot untuk membuat dokumentasi SOT (source of truth) dari network.
Windows Server juga dipasang, berguna untuk jump host untuk download berbagai benda yang perlu ditinggal, jadi laptop bisa ditutup tapi kerjaan bisa dilanjutkan di tempat lain.
Semuanya server ini disambungkan dengan Tailscale, dan IP Tailscale nya dimasukkan ke zone DNS pribadi yang dihost di Cloudflare, jadinya semua server bisa diremote dari mana saja. Bisa juga sih pakai Cloudflare Access, tapi agak males setup nya, tapi kalau ada server yang mau diakses oleh orang luar, ya perlu disetup sih.
Operational Expenditure (Opex) dan perjalanan nya
Tentu saja bikin VM di sistem dengan 88 vCPU dan 256 GB memori itu sangat menyenangkan, sampai bisa mikir ada server existing di cloud luar yang bisa ditarik image nya untuk di-host di sini, dan hapus servernya di luar, duit langganan nya mending dipakai bayar listrik.
Listrik nya tentu saja akan terkonsumsi lebih banyak, ini saya coba monitor dalam 1 bulan untuk mengetahui tambahan biaya yang terjadi setelah ketambahan server ini. Pengen saya hitung konsumsi daya nya dengan alat Kill-a-Watt, namun saya lebih mikir tentang token listrik ini musti diisi berapa kali dengan berapa jumlahnya.
Suara fan kurang lebih seperti kipas angin volume maksimum, belum saya cek pakai decibel meter.
Pendinginan nggak terlalu masalah, karena suhu di Bandung Barat saat ini masih di angka 21 derajat di malam hari sampai dengan 29 derajat di siang hari, kayaknya sih begitu, sebab saya belum pasang thermometer digital.
Konsumsi UPS berada di level 40 persen, setidaknya dari layar LCD UPS nya bilang begitu.
Pengembangan
Saya pakai switch L3 kecil EdgeRouter X dan modem Orbit untuk membuat network memiliki dua uplink, yaitu uplink fiber ISP existing dan uplink backup dari Orbit Telkomsel. Ini sedang saya pelajari caranya dan saya coba aktifkan, tapi modem nya baru dipasang, ini saya sedang coba konfigurasi switching primary internet ke backup internet dengan fitur RPM dan IP Monitoring dari Juniper SRX.
Saya bikin subnet terpisah pakai EdgeRouter X ini agar sistem ini bisa diakses secara remote walaupun Juniper SRX nya mati, dan dibantu dengan Raspberry Pi 3 lama yang ada, dinyalakan SSH dan VNC yang konek ke Tailscale, jadi bisa jadi solusi remote server. EdgeRouter ini ada koneksi ke port iDRAC server, jadinya server masih bisa diremote dari Raspi, tapi emangnya ada JRE buat Raspi? Ya paling cuma untuk power on power off server via remote.
Pengennya sih Raspberry Pi 3 ini dipakai untuk remote console serial pakai kabel FTDI USB to serial, konek ke Minicom, sempat berjalan, tapi kok sekarang nggak mau? Hadeuh.
Raspberry Pi ini dipasangi juga aplikasi apcupsd untuk manajemen shutdown UPS APC, terkoneksi dengan kabel USB ke USB port UPS APC, sayangnya konfigurasi apcupsd nya belum berhasil mengambil data dari UPS APC nya. Mau dioprek lagi tapi males, nanti aja.
Juniper SRX memiliki lisensi 2 user untuk VPN IPSec, dan dengan tambahan 75 ribu rupiah per bulan langganan ISP existing bisa mendapatkan IP publik, menarik juga untuk mengakses VPN ke dalam network. Sekarang sih masih IP dynamic, katanya juga sih Juniper SRX ini bisa konek ke provider Dynamic DNS, tapi perlu scripting lagi, males ah nanti aja.
Juniper SRX dapat dikonfigurasi menjadi gateway NAT64 untuk transformasi jaringan menjadi IPv6, bisa dibikin untuk bikin subnet VM IPv6 only, tentu saja ditambah dengan DNS resolver internal dengan tambahan konfigurasi DNS64. Bisa bikin kayak gini, atau pasang IPv6 tunnel gratisan ke HE.net (Hurricane Electric).
Juniper SRX juga dapat dikonfigurasi sebagai gateway hotspot dengan autentikasi lokal atau external dengan Active Directory atau Radius, pengen dicoba tapi sayangnya WiFi mesh Deco ini nggak ada multiple SSID dan VLAN nya, nanti kapan-kapan dicoba.
Total harga
Harga total kurleb 30 juta, belinya di tokohijau, dengan rincian nya:
Server + SSD = 19 juta
Dell R730xd: 2RU server, 24 slot 2,5” HDD, 2 x E5-2699 v4 CPU, 256GB RAM, 2 × 600GB HDD SAS, 2 ×10GE + 2 × 1GE UTP, dual PS 750 W, railkit
SSD Gammix S70 2TB + NVMe PCI adapter
Rack system = 3 juta
- Indorack ORP (Open Rack Post) 20U extendable to 900 mm depth
Router switch = 3 juta
- Juniper SRX345: 8 × 1GE UTP + 8 × 1GE SFP, dual PS
UPS = 5 juta
- APC UPS 1000 VA Rackmount
Rencana ke depan
Kalau ingat cerita PDNS kemarin, itu kan pakai VMware, jadi cemas juga musti punya satu sistem perlindungan VM ini, kebayangnya cari software untuk backup VM ke server storage external. Ini lagi coba pelajari pakai versi free dari Nakivo Backup & Replication, tapi belum tahu lagi kalau ada sistem yg lebih baik.
Server storage nya pengen cari yang efisien, nggak gede-gede banget, tapi disk nya cukup besar, kebayang diisi pakai teknologi ZFS dari TrueNAS.
Setelah cari server aftermarket, network appliances aftermarket, ternyata harddisk juga ada aftermarket. Ada lho harddisk enterprise Seagate Constellation ES 4 TB kurang dari 1 juta, dan 6 TB cuma 1 juta lebih sedikit. Katanya copotan dari server, menarik juga dicoba.
Kok nggak nambah storage di server Dell existing aja? Masalahnya kekurangan server ini adalah slot harddisk nya adalah 24 slot 2,5” harddisk, dan harddisk 2,5” ini biasanya ukuran nya lebih kecil dan lebih mahal daripada harddisk 3,5”, saya hitung bisa jadi lebih murah beli server storage second hand dengan harddisk tadi daripada nambah harddisk 2,5” dengan ukuran penyimpanan yang sama.
Backup external belum tahu lagi, copy ke object storage itu seperti apa, belum saya ketahui, harus riset terlebih dahulu.
Banyak aplikasi yang bisa dihosting di lokal, misalnya:
HomeAssistant, buat otomati smarthome, tapi belum tahu ini keperluannya bisa dipakai seperti apa, perlu banyak riset teknologinya
Bikin sentral telepon lokal pakai Asterisk dan turunannya, seperti 3CX atau lainnya. Gunanya? Anda tahu kalau telepon SIP yang dulu populer di kantor enterprise besar itu (sebelum sekarang diganti dengan Zoom dan MS Teams) sekarang harganya sebiji cuma 100ribu dan nggak sampai 200ribu saja? Bagi sebuah kantor, tetap saja perlu sebuah pesawat telepon statis bagi karyawan, menarik juga dicoba di sini.
Mainan PCI passthrough, wa bil khusus GPU passthrough, untuk dipakai aplikasi seperti main game di VM windows dengan GPU terpasang di server, atau mau bikin server LLM lokal untuk bikin aplikasi sejenis chatGPT sendiri. Ada 1 atau 2 slot yang bisa dipakai, tapi harga GPU agak lumayan, jadi musti riset dulu agar pembeliannya worth it.
Bikin internet offline ala guru saya pak Onno W. Purbo, menghosting website repository, bikin cloud lokal dengan NextCloud, atau bikin media streaming sendiri pakai Plex atau Jellyfin, dibuka pakai aplikasi Infuse di macOS, anda sudah punya Netflix sendiri.
Mendang mending, mending ini, mending itu
Sesi ini dikhususkan bagi tim mendang mending, ini beberapa pertanyaan imaginer dari saya sendiri:
Kok pakai server, rack, network, UPS dsb kayak gitu? Ya alhamdulillah lagi ada rezeki, daripada dipakai beli laptop mending bikin sistem kayak gini
Ya mentang-mentang ada duitnya, ribet tahu bikin ginian? Ya memang, tapi ini kesukaan saja, kerjaan saya sebagai network & system administrator dan network engineer, dan saya harus punya platform untuk melemaskan tangan saya, jadi kalau kata orang bule, not only talk the talk, but walk the talk.
Kok pakai server rackmount, kenapa nggak mini PC? Karena core count dan memori nya kurang banyak, dan total harga bisa jadi lebih mahal, musti beli beberapa node untuk dapat spek segitu
Server Intel powernya gede dong? pakai ARM aja kenapa, yang lebih efisien? Server ARM aftermarket sayangnya belum ada di toko hijau, dan server sejenis ini belum ada di tahun 2015. Selain itu aplikasi saya perlunya prosesor Intel x86_64, bukan ARMv7 atau ARM64, apalagi RISC-V
Pakai server rackmount, listriknya gede dong? Ya iya, ada peningkatan, sedang saya cari tahu berapa pertambahan nya, dan itu konsekuensi yang saya ambil untuk dapat spek segitu
Pakai mini PC aja, lebih sunyi, lebih efisien? Iya, tapi nggak ada yang spek nya segitu, ditotal harganya juga lebih mahal. Kipas angin di rumah sudah berisik, toh ya sama aja suara server nya ketutupan ama kipas angin
Nggak cari hosting bare metal aja? Nggak ada spek segitu, adanya lebih rendah, harga bulanan dan harga tahunan nya lebih mahal daripada beli sendiri kayak gini
Pakai cloud aja kenapa, ribet banget? Mau pakai cloud global, atau cloud lokal, masalahnya dengan harga segitu, spek nya nggak ada yang sampai segitu, misalnya ada barangnya itu tidak nyata, tidak kelihatan benda nya, uangnya habis, barangnya tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dipegang
Sok banget pakai Juniper, pakai Mikrotik aja kenapa? ya saya bilang gitu, masalahnya nggak ada rackmount Mikrotik harganya 2 juta, ini sudah dapat Juniper, ngapain pakai Mikrotik?
Ngapain pakai VMware ESXi, pakai Proxmox aja kenapa? Kata yang sudah pakai Proxmox secara intensif, Proxmox itu seringkali mengalami kasus throughput VM nya turun nggak jelas secara intermitten, sudahlah saya nggak mau mikir, mending pakai yang jelas-jelas aja
Virtualisasi mah jadul, bikin cluster Kubernetes aja kenapa? Ya maaf abstraksi saya sebagai orang IT baru sampai ke abstraksi infrastruktur fisik dan VM saja, belum sampai ke container dan kubernetes, selain itu kalau pakai Kubernetes & KubeVirt, saya nggak bisa wariskan sistem ini ke orang lain, karena nantinya yang tahu cuma saya aja. Selain itu dengan kapasitas server yang longgar, saya bikin aja cluster k8s sendiri di dalam server itu
Network security gimana? Ya saat ini sih aplikasinya nggak dibuka untuk umum, cukup firewall dengan basic protection, serta semua VM aplikasinya diinstall Tailscale VPN, jadi nggak usah buka port untuk koneksi masuk dari luar. Mau coba pasang firewall application based gratisan seperti Arista Edge Router tapi belum kebayang integrasikan arsitekturnya di sistem ini
Nggak sekalian cari switch 10GE mas? Mau aja sih, toh si servernya ternyata pakai modul NIC 2×10GE UTP dan 2×1GE UTP, tapi toh belum ada konektivitas eksternal yang memerlukan speed segitu, sementara harga switch 10GE termurah masih di angka 3,5-4 juta, ya nanti aja lah
Wah ginian bisa dijual lagi dong? Ya masalahnya saya nggak punya rencana komersialisasi, saya mau pakai sendiri untuk kalangan sendiri. Bisa aja dijual lagi, tapi jualan itu kan ada berbagai hal nya:
Kehandalan: masa bikin barang jualan ditaruh di rumah? listriknya cuma 1 sumber, UPS cuma satu, pendinginan seadanya
Resources: jualan kok cuma satu, ya ditambah dong, dan akhirnya nambah power, nambah panas, nambah pendinginan, nambah node, nambah sempit tempatnya, nambah tempat, ya susah lah
Support: perangkat bekas ya nggak ada supportnya, macul sendiri. Semuanya murah kalau nggak ada support, nggak ada warranty, nggak ada spare part management, jualan itu kan perlu memberikan SLA, gimana bikin SLA kalau nggak ada jaminan support?
SDM: emang anda mau ngurusin ini semua? pasang server, pasang power, pasang network, musti nambah orang, orang tadi musti digaji, masa pakai UMR? belum lagi BPJS-TK, ribet lah
Urusan legal: berjualan mau namanya gimana nanti akan kena pajak ini pajak itu, dan segala macam urusan hukum yang harus anda urus sebelum hasil jualan anda menghasilkan profit dan anda nggak ditangkap penegak hukum karena melanggar aturan apalah yang ada di negara ini
Kata Akhir
Dari pertama kali setup blog ini, hampir 1 tahun dari artikel yang dulu pertama kali ngetes sistem blog di Hashnode ini sampai akhirnya bisa posting tulisan agak panjang seperti ini, mudah-mudahan memberikan manfaat dan perspektif baru tentang teknologi infrastruktur IT bagi pembaca sekalian.
Jika ada masukan, dapat diberikan melalui komentar di blog ini atau saluran media sosial.
Wassalam,
-Affan
Subscribe to my newsletter
Read articles from Affan Basalamah directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.
Written by
