Karakteristik Ayat-Ayat Mutasyabihat

Ariska HidayatAriska Hidayat
6 min read

Dalam Al-Qur'an, ayat-ayat yang memiliki arti samar-samar disebut ayat mutasyabihat. Ayat-ayat ini berbeda dari ayat muhkam yang memiliki makna jelas dan tegas. Ayat mutasyabihat sering kali memiliki makna yang hanya diketahui oleh Allah, atau memerlukan penafsiran lebih mendalam untuk memahami maksudnya.

Karakteristik Ayat Mutasyabihat:

  1. Berisi hal-hal gaib: Contohnya ayat-ayat tentang sifat Allah, hari kiamat, dan gambaran surga atau neraka.

  2. Menggunakan metafora atau simbolisme: Misalnya ayat-ayat yang berbicara tentang tangan Allah, wajah Allah, atau lainnya.

Contoh ayat mutasyabihat:

  • Surah Ali 'Imran (3:7)
    Allah menjelaskan bahwa di dalam Al-Qur'an ada ayat-ayat yang muhkam (jelas) dan mutasyabihat. Hanya orang-orang yang memiliki pemahaman mendalam yang bisa menangkap sebagian maknanya, dan hanya Allah yang mengetahui maknanya secara keseluruhan.

"Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat..."
(QS Ali 'Imran: 7)

Berapa banyak ayat mutasyabihat?

Jumlah ayat mutasyabihat tidak ditentukan secara spesifik dalam Al-Qur'an maupun hadis. Para ulama memiliki pandangan yang berbeda dalam mengategorikan suatu ayat sebagai mutasyabihat, tergantung pada pendekatan tafsir mereka. Namun, secara umum, sebagian ulama menilai ayat-ayat yang berbicara tentang sifat Allah, alam gaib, dan simbolisme tertentu sebagai mutasyabihat.

Jika ingin mendalami, Anda bisa merujuk pada tafsir seperti Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qurthubi, atau Tafsir Jalalain yang memberikan penjelasan detail tentang kategori ini.

Beberapa contoh ayat-ayat mutasyabihat

Ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang memiliki makna samar, memerlukan penafsiran, atau mengandung hal-hal yang hanya diketahui oleh Allah. Berikut adalah beberapa contoh ayat mutasyabihat yang umumnya disepakati oleh ulama:


1. Sifat Allah yang bersifat metaforis

Ayat-ayat yang menggambarkan sifat Allah dengan menggunakan istilah yang mirip dengan sifat manusia, tetapi harus dipahami sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.

Contoh:

  • "Yadullah fauqa aydihim"

    "Tangan Allah di atas tangan mereka."
    (QS. Al-Fath: 10)

    Penafsiran:

    • Secara tekstual, ayat ini menyebut "tangan Allah." Namun, ulama sepakat bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya (QS. Asy-Syura: 11). "Tangan" di sini ditafsirkan sebagai simbol kekuasaan atau penguatan, bukan tangan dalam arti fisik.

2. Ayat tentang Arsy dan Istiwa’

  • "Ar-Rahmanu 'alal 'arsyi istawa"

    "Tuhan Yang Maha Pengasih bersemayam di atas 'Arsy."
    (QS. Thaha: 5)

    Penafsiran:

    • Istilah "istiwa" (bersemayam) dipahami oleh para ulama sebagai bentuk kekuasaan dan pengaturan Allah terhadap ciptaan-Nya. Ulama berbeda pendapat apakah ini harus dimaknai secara literal atau metaforis. Namun, mereka sepakat untuk menyerahkan maknanya kepada Allah tanpa membayangkan bentuk tertentu (prinsip tanzih).

3. Ayat tentang Hari Kiamat dan Hal-Hal Gaib

Ayat-ayat yang berbicara tentang peristiwa gaib sering kali masuk dalam kategori mutasyabihat, karena sifatnya tidak dapat sepenuhnya dipahami oleh manusia.

Contoh:

  • "Yuma yakunu as-sama'u kal-muhl."

    "Pada hari ketika langit menjadi seperti cairan tembaga yang mendidih."
    (QS. Al-Ma'arij: 8)

    Penafsiran:

    • Gambaran tentang langit yang mencair ini tidak dapat dipahami secara harfiah, tetapi ulama menafsirkannya sebagai metafora tentang kehancuran kosmik pada hari kiamat.

4. Deskripsi Surga dan Neraka

Ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan surga atau siksaan neraka sering kali bersifat mutasyabihat, karena detailnya melampaui pengalaman manusia.

Contoh:

  • "Fiha anharun min ma'in ghayri asinin wa anharun min labanin lam yataghayyar ta'muhu."

    "Di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari susu yang tidak berubah rasanya."
    (QS. Muhammad: 15)

    Penafsiran:

    • Ulama memahami ayat ini sebagai gambaran kenikmatan surga yang luar biasa, tetapi bagaimana bentuk dan detailnya hanya diketahui oleh Allah.

Prinsip Penafsiran Ayat Mutasyabihat

Ulama menggunakan beberapa prinsip dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat:

  1. Tafwidh: Menyerahkan sepenuhnya makna kepada Allah tanpa mencoba membayangkannya.

  2. Ta’wil: Menafsirkan makna berdasarkan konteks dan petunjuk dari ayat-ayat lain.

  3. Tanzih: Meyakini bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat yang menyerupai makhluk-Nya.

Dengan prinsip-prinsip ini, para ulama menjaga agar pemahaman terhadap ayat mutasyabihat tidak melenceng dari akidah Islam yang lurus.


Dalil larangan merenungkan dzat Allah

terdapat dalil dalam Al-Qur'an dan hadis yang menunjukkan larangan untuk mendalami atau membayangkan wujud Allah, serta anjuran untuk merenungkan ciptaan-Nya sebagai cara mengenali kebesaran dan kekuasaan-Nya.

Dalil-dalil

  1. Larangan mendalami dzat Allah
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Tafakkaru fi khalqillah wa la tafakkaru fi dzatillah."

    "Renungkanlah ciptaan Allah, dan janganlah kalian merenungkan dzat Allah."
    (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir, hadits hasan)

    Penjelasan:

    • Hadis ini menegaskan bahwa manusia hanya dianjurkan untuk merenungkan ciptaan Allah. Mendalami wujud Allah dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kesesatan karena akal manusia terbatas.
  2. Allah tidak dapat dijangkau akal
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Berpikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan berpikir tentang dzat Allah, karena kalian tidak akan mampu memahaminya."
    (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Umar, sanadnya hasan)

  3. Larangan membayangkan wujud Allah
    "Laisa kamitslihi syai'un, wa Huwa as-Sami’ul Basir."

    "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."
    (QS. Asy-Syura: 11)

    Penjelasan:

    • Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak dapat disamakan dengan apa pun di alam semesta. Oleh karena itu, mencoba membayangkan wujud-Nya adalah perbuatan yang melampaui batas karena Allah berada di luar jangkauan akal manusia.
  4. Anjuran merenungkan ciptaan Allah
    "Afalam yanzuru ila as-sama’i fauqahum kayfa banainaha wa zayyannaha wa ma laha min furuj."

    "Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami membangunnya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak?"
    (QS. Qaf: 6)

    "Sanurihim ayatina fil afaqi wa fi anfusihim, hatta yatabayyana lahum annahu al-haqq."

    "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu benar."
    (QS. Fussilat: 53)

    Penjelasan:

    • Ayat-ayat ini mengarahkan manusia untuk melihat dan merenungkan ciptaan Allah, seperti langit, bumi, dan tanda-tanda di dalam diri manusia sendiri. Dengan cara ini, manusia dapat memahami kebesaran Allah tanpa perlu memikirkan wujud-Nya.

Hikmah Larangan dan Anjuran

  1. Larangan mendalami wujud Allah:

    • Allah Maha Besar dan berada di luar kapasitas akal manusia untuk dijangkau. Mendalami wujud-Nya dapat menimbulkan kesalahan dalam pemahaman dan bahkan kesyirikan.

    • Fokus pada wujud Allah dapat mengalihkan perhatian dari tujuan utama, yaitu penghambaan dan ketaatan.

  2. Anjuran merenungkan ciptaan-Nya:

    • Melalui merenungkan ciptaan Allah, manusia dapat mengenali kebesaran, hikmah, dan kekuasaan Allah.

    • Hal ini juga menguatkan iman dan rasa syukur atas nikmat-nikmat Allah.

Dengan demikian, jalan terbaik untuk mengenali Allah adalah melalui tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta, bukan dengan mencoba membayangkan wujud-Nya.

Sumber: GPT (21 Januari 2025)

Sumber Inspirasi Konten: Ust. Muhammad Alif

“ada orang yg enggan tadaburi Quran karena takut dengan ayat-ayat mutasyabihat. padahal jumlah ayat-ayat mutasyabihat itu cukup sedikit” -red.

Status validation content: belum tervalidasi

Pesan Penulis:

Sebagai penulis, saya hanyalah seorang manusia biasa yang tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, apabila terdapat kekeliruan dalam artikel ini, saya sangat menghargai setiap kritik dan saran yang membangun. Semoga artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik, dan saya mohon maaf atas segala kekhilafan yang mungkin terjadi.

Untuk pertanyaan atau masukan lebih lanjut, silakan menghubungi saya melalui email: info@finlup.id.

0
Subscribe to my newsletter

Read articles from Ariska Hidayat directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.

Written by

Ariska Hidayat
Ariska Hidayat

I am an enthusiastic researcher and developer with a passion for using technology to innovate in business and education.