🌿 Tadabbur Al-Qur’an: Jalan Dekat dengan Allah, Tanpa Melangkahi Adab


“Afalā yatadabbarūna al-Qur’ān, am ‘alā qulūbin aqfāluhā?”
“Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an? Ataukah hati mereka yang terkunci?”
(QS. Muhammad: 24)
🔹 Apa itu Tadabbur?
Tadabbur adalah merenungi makna ayat-ayat Al-Qur’an agar hati kita hidup, tergerak, dan berubah ke arah yang Allah cintai. Bukan sekadar membaca, tapi mendengarkan Al-Qur’an seolah Allah sedang berbicara langsung kepada kita.
🔹 “Adab Sebelum Ilmu” – Apakah Ini Melarang Tadabbur?
Ungkapan “adab sebelum ilmu” bukan berarti kita tidak boleh belajar sebelum sempurna adabnya. Tapi maksudnya:
Jangan sombong dalam mencari ilmu. Belajarlah dengan rasa takut, hormat, dan sadar bahwa kita masih bodoh.
Kalau kita membuka Al-Qur’an dengan niat ingin mengenal Allah, ingin memperbaiki diri, dan siap dikoreksi tafsir ulama — itu bukan melanggar adab, tapi justru bentuk adab yang tinggi.
🔹 Tadabbur Bukan Tafsir, Bukan Berfatwa
Penting:
Kita harus tahu perbedaan antara:
Istilah | Penjelasan Singkat |
Tadabbur | Merenungi ayat untuk mengambil pelajaran hidup |
Tafsir | Menjelaskan makna ayat berdasarkan ilmu dan riwayat ulama |
Fatwa | Menetapkan hukum atas nama Allah |
📌 Tadabbur boleh dan disunnahkan untuk semua,
📌 Tafsir dan fatwa hanya untuk yang berilmu.
🔹 Ulama Salaf Mendorong Tadabbur
Beberapa kutipan ulama klasik:
Ibnu Qayyim:
"Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati daripada membaca Al-Qur’an dengan tadabbur dan tafakkur."Imam Al-Ajurri:
"Wajib atas orang yang menginginkan ilmu dan amal agar merenungi Al-Qur’an, karena tadabbur Al-Qur’an adalah kunci ilmu."
🔹 Cara Tadabbur Ringan Tapi Tetap Menjaga Adab
Berikut adalah panduan langkah demi langkah agar kita bisa merenungi Al-Qur’an dengan cara yang aman, bermanfaat, dan tetap menjunjung adab, meskipun kita bukan ulama atau ahli tafsir.
1. Niatkan untuk Mencari Petunjuk, Bukan Pamer Ilmu
Sebelum membuka mushaf atau aplikasi Quran:
Ambil waktu sejenak, duduk tenang, dan katakan dalam hati:
“Ya Allah, aku datang untuk mencari petunjuk-Mu. Bukan untuk terlihat pandai, bukan untuk mencari ide ceramah. Tapi karena aku butuh bimbingan-Mu dalam hidupku.”
Hati yang tunduk dan merasa kecil di depan Al-Qur’an adalah adab paling awal dan paling penting.
Tadabbur bukan tentang seberapa dalam tafsir, tapi seberapa dalam hati kita tersentuh.
2. Gunakan Tafsir yang Terpercaya dan Mudah Diakses
Jangan langsung mengandalkan perasaan atau tafsiran pribadi tanpa landasan. Gunakan rujukan dari para ulama terpercaya:
Tafsir Ibnu Katsir – kuat dalam hadits dan riwayat salaf.
Tafsir As-Sa’di – ringkas dan cocok untuk orang awam yang ingin tadabbur.
Tafsir Muyassar – sangat sederhana, cocok unt
🟡 Tips: Fokus pada tafsir untuk makna ayat, bukan sekadar tafsir kata-per-kata. Tujuannya agar tadabbur kita tetap terarah.
3. Tulis Pelajaran untuk Diri Sendiri (Bukan Catatan Tafsir)
Jangan khawatir harus benar atau salah seperti ustadz. Fokus pada pelajaran yang menyentuh hati. Contoh gaya catatannya:
📖 QS. Al-Baqarah:2
“Al-Kitab ini tiada keraguan padanya; petunjuk bagi orang yang bertakwa.”✍️ Aku sering merasa bingung dalam hidup, tapi jarang benar-benar membuka Al-Qur’an sebagai petunjuk. Ini teguran untukku. Aku harus mulai membaca dengan harapan dapat bimbingan, bukan sekadar rutinitas.
Boleh ditulis di jurnal, note HP, atau Google Docs — yang penting untuk diri sendiri.
4. Jangan Terburu-Buru “Mengajar” Orang Lain dari Hasil Tadabbur
Seringkali setelah merasa "tersentuh", kita ingin langsung menyampaikan ke orang lain. Tapi ini titik rawan.
Kenapa?
Karena bisa jadi kita salah paham, atau terlalu meyakinkan padahal belum merujuk ke tafsir.
🟢 Solusi: Sampaikan sebagai pelajaran pribadi, bukan sebagai kebenaran mutlak. Contoh kalimat:
“Tadi saya baca QS. Al-Hadid:16, dan saya merasa ditegur banget. Mungkin ini belum tentu tafsir resminya, tapi saya pribadi merasa Allah lagi menegur saya yang mulai keras hati.”
Kalimat seperti itu menghindarkan kita dari kesan menggurui atau berfatwa tanpa ilmu.
5. Konsultasikan Jika Ada Pemahaman yang Terasa “Aneh” atau “Baru”
Saat tadabbur, bisa muncul pemahaman yang terasa:
Berbeda dari yang biasa kita dengar.
Dalam dan menyentuh, tapi tidak yakin benar atau tidak.
Mengarah ke hukum atau prinsip agama.
💡 Itu tanda Allah sedang “menarik” perhatian kita.
📌 Tapi adabnya: Jangan simpulkan sendiri. Bawa ke ustadz atau teman yang punya latar belakang ilmu syar’i.
Contoh kalimat saat bertanya:
“Saya baca ayat ini dan merasa maknanya begini. Tapi saya ragu, apakah ini sesuai dengan tafsir para ulama?”
Dengan cara seperti itu, kita tidak gegabah, dan justru makin dicintai Allah karena jujur dan hati-hati.
Tadabbur bukan tentang seberapa pintar kamu menafsirkan. Tapi seberapa jujur kamu membuka hatimu kepada Allah.
Dan kejujuran itu... adalah inti dari adab.
🔹 Tentang Tadabbur
Adab sebelum ilmu itu prinsip dasar, bukan penghalang belajar
Kalimat "adab sebelum ilmu" bukan berarti menunda belajar, termasuk tadabbur. Tapi maksudnya adalah:
Belajar itu harus dengan hati yang tunduk, penuh rasa takut, dan tidak sembarangan bicara atas nama Allah.
Kalau kita ingin tadabbur Al-Qur’an sambil merasa kecil, merasa butuh petunjuk, tidak sok tahu, dan selalu siap dikoreksi oleh tafsir para ulama — itu justru bentuk adab yang tinggi.
Tadabbur adalah perintah Allah langsung
Allah tidak menyuruh kita nunggu jadi ulama dulu baru boleh merenungi firman-Nya. Bahkan Allah mencela orang yang tidak mentadabburi Al-Qur’an:
"Afalā yatadabbarūna al-Qur’ān, am ‘alā qulūbin aqfāluhā?"
"Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an? Ataukah hati mereka terkunci?"
— (QS. Muhammad: 24)
Kalau tadabbur dilarang karena alasan adab, ayat ini jadi bertentangan.
Bedakan tadabbur, tafsir, dan berfatwa
Tadabbur: Merenungi ayat-ayat dengan hati, mengaitkan dengan kehidupan, mengambil pelajaran secara pribadi.
Tafsir: Menjelaskan makna ayat dengan ilmu bahasa, asbābun nuzūl, hadis, dan pendapat salaf. Ini ranah ulama.
Berfatwa: Memberi hukum atas nama Allah — ini butuh kehati-hatian luar biasa.
🟢 Maka tadabbur untuk diri sendiri, yang disertai rasa takut salah dan keinginan untuk kembali pada tafsir para ulama, tidak termasuk lancang atau tidak beradab.
Ulama salaf sangat mendorong tadabbur
Beberapa kutipan:
Ibnu Qayyim rahimahullah: "Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati daripada membaca Al-Qur’an dengan tadabbur dan tafakkur."
Imam Al-Ajurri (ulama salaf abad ke-4 H): "Wajib atas orang yang menginginkan ilmu dan amal, agar merenungi Al-Qur’an, karena tadabbur Al-Qur’an adalah kunci ilmu."
Mereka ini adalah tokoh yang sangat menjaga adab, tapi tetap menghidupkan tadabbur.
🔹 Penutup: Allah Rindu Hamba yang Merenungi Kalam-Nya
Tadabbur adalah bentuk ibadah hati. Tidak butuh modal besar. Tidak harus fasih Arab. Tidak harus menunggu jadi ustadz.
Yang dibutuhkan hanya rasa takut kepada Allah, kejujuran mencari kebenaran, dan kerendahan hati untuk terus belajar.
“Sesungguhnya dalam Al-Qur’an terdapat pelajaran bagi orang yang punya hati…”
(QS. Qaf: 37)
Jadi…
Jangan takut tadabbur. Takutlah kalau hatimu beku di depan Al-Qur’an. 💔
Sumber: AI prompt tentang Tadabbur Quran tidak menyalahi adab”
Subscribe to my newsletter
Read articles from Ariska Hidayat directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.
Written by

Ariska Hidayat
Ariska Hidayat
I am an enthusiastic researcher and developer with a passion for using technology to innovate in business and education.