Game Theory

Agus SetyawanAgus Setyawan
4 min read

Teori ini terdengar seperti hanya terjadi di game—permainan console, game yang ada di HP, dan game di PC—tapi sebenarnya ini juga berlaku di kehidupan nyata kita. Mulai dari milih tempat meetup dengan teman, milih tempat pacaran sampai soal pekerjaan yang menjadi sumber penghidupan kita sehari-hari. Kata game theory terdengar hanya sebatas “game atau permainan“. Ini mungkin tidak lepas dari kata “game“ itu sendiri yang hanya seperti permainan anak-anak saja tidak lebih serius. Padahal melampaui itu dan masuk ke situasi kehidupan nyata, memengaruhi keputusan dalam konteks pribadi, sosial, dan ekonomi.

Game theory sendiri adalah cabang dari matematika. Lalu, apa pengaruhnya penerapan game theory dalam urusan kita di lingkup individu, rumah tangga sampai negara? Bagaimana ceritanya hal seperti milih tempat pacaran dan interaksi kita dalam kehidupan sosial dihitung dalam matematika?

Aku, kamu, kita adalah manusia—makhluk hidup berakal budi yang mampu berpikir dan bertindak berdasarkan akal dan nalar, serta memiliki kemampuan untuk berinteraksi sosial satu sama lain maupun dengan makhluk lain. Dalam interaksi tersebut tak jarang ada yang kalah dan ada yang menang seperti sebuah game. Ada beberapa prinsip yang perlu dipahami dalam game theory.

  1. Player → Individu atau kelompok yang membuat keputusan untuk mencapai hasil terbaik;

  2. Strategy → Pilihan yang tersedia untuk setiap pemain atau player memilih strategi berdasarkan apa yang dipikirkan atau yang akan dilakukan pemain lain;

  3. Payoff → Hasil dari strategi yang diraih. Bisa uang, poin, atau manfaat lain;

  4. Game → Situasi pemain membuat keputusan yang memengaruhi hasil satu sama lain. Atau permainan itu sendiri;

Kehidupan hanyalah soal kalah dan menang. Di dalam game theory dikenal dengan istilah zero-sum game. Sesuai dengan namanya, zero = nol; sum = jumlah; permainan ini hanya akan menghasilkan nol secara keseluruhan. Mari ambil contohnya permainan catur.

Catur - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Setiap pemain punya 16 bidak yang berbeda dengan komposisi raja, menteri, benteng, kuda, dan pion. Saat pemain bidak hitam memakan 1 dari pemain bidak putih maka pemain bidak hitam +1 dan pemain bidak putih -1 dan begitu terus sampai skakmat, bidak putih habis. Pemain bidak hitam akan menang dengan mendapat +16, sementara pemain bidak putih kalah dengan mendapat -16. Kalau melihat dari sudut pandang pemain, tentu pemain catur dengan bidak hitam adalah yang menang. Lain halnya kalau melihat dengan sudut pandang yang lebih luas.

Dengan +16 ditambah -16 jumlahnya jadi 0. Keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain dan total payoff selalu nol (atau konstan). Itulah zero-sum game. Namun, persaingan antar kubu dan persaingan tidak sehat seringkali membuat sulit berkembang bahkan cenderung menurun. Ini terjadi di mana orang merasa jika kamu menang, maka aku kalah. Tidak punya ide untuk mengembangkan “kue”-nya bareng-bareng.

Pemantik artikel ini ditulis justru dari sini. Malam sebelum mulai menulis draf ini, aku menonton sebuah film awal tahun 2000-an berjudul “A Beatiful Mind”. Di film ini sutradara menggambarkan peran seorang matematikawan bernama John F. Nash dalam melihat masalah di teori Adam Smith, pelopor ilmu ekonomi modern, yang sudah dipegang masyarakat selama 150-an tahun.

Dalam perilaku kompetitif seseorang selalu kalah. Jika bisa membuat keseimbangan, kelaziman di banyak peristiwa di mana tidak ada yang kalah. Ia merasa perlu ada suatu skema permainan di kehidupan sosial yang tidak harus ada satu pemenang. Scene bagus lain di film ini, idenya Nash muncul saat nongkrong di bar bersama teman-teman sekelasnya. Ada satu wanita cantik berambut pirang, idola di kampusnya, yang mereka perebutkan muncul bersama teman satu sirkel-nya ke bar tempat Nash nongkrong.

Tentu ada kepentingan kelompok di sini, tak hanya individu. Tapi Nash bilang,

“Jika kita semua mengincar si pirang, kita akan saling menghalangi. Tak ada dari kita yang akan mendapatkan dia. Jadi kita mendekati temannya. Tapi mereka akan menolak, karena tak ada yang suka jadi pilihan kedua. Bagaimana jika tidak ada yang mendekati si pirang? Kita tidak akan saling menghalangi. Dan kita tak akan menyinggung wanita lain (temannya). Cuma itu cara kita menang.”

Nash mengoreksi pelajaran dari Adam Smith, “Hasil terbaik datang dari tiap orang dalam kelompok melakukan yang terbaik bagi dirinya.” dengan melengkapi, “…dan kelompok itu.“

Durasi film masih lama, tapi aku termenung setelah di adegan tersebut. Seolah aku mendapatkan jawaban atas apa yang ditunggu-tunggu. Hal yang aku tunggu, yang aku kejar, yang aku cari selama ini.

Bagaimana kalau kita pakai mental modelnya. Siapa yang ditunggu bearti dia adalah yang lebih penting daripada aku (yang menunggu). Mirip dengan apa yang dibilang Nash, “kita mengincar si pirang…” berarti dia yang ditunggu bearti juga dia yang lebih penting daripada kita. itu berarti dia yang dikejar, kita yang mengejarnya.

Dunia, harta, income tinggi. Hal tersebut yang ditunggu datangnya oleh aku, aku yang menunggu. Sepanjang hidup ini yang aku incar dunia harta income tinggi. Makanya dia lari-lari terus. Bagaimana kalau aku buat dia menunggu? aku buat dunia harta income tinggi itu menunggu.

Aku fokuskan 5x panggilan tepat waktu, subuh aku harus perbaiki, ngaji didisiplinkan. Biarkan dunia harta income tinggi menunggu. Tidak mendekati si pirang (biarkan si pirang menunggu). Kenapa? karena aku lebih penting. Aku dikejar.

0
Subscribe to my newsletter

Read articles from Agus Setyawan directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.

Written by

Agus Setyawan
Agus Setyawan