Buka Puasa Ala Ange Postecoglou

Wahib IrawanWahib Irawan
3 min read

Musim ini, jadi fans Tottenham tuh rasanya kayak naik wahana ekstrem di Dufan. Naik-turun, jungkir balik, antara pengen nyerah atau tetep berharap. Di Premier League? Spurs bener-bener anjlok—finish di peringkat 17, itu adalah posisi satu tingkat di atas zona degradasi.

Yes bro, lo gak salah baca. 17. Angka yang cukup buat bikin fans pengen nangis, tapi juga bikin kita sadar kalau musim ini adalah rollercoaster yang absurd.

Tapi di tengah kekacauan itu, ada satu garis tipis harapan. Europa League. Satu-satunya jalan buat menyelamatkan musim yang nyaris jadi mimpi buruk total. Dan siapa yang nunggu di final? Manchester United bersama kiper lucunya, Andre Onana, setidaknya sampai waktu artikel ini dibuat.

Jika kalian penasaran, seperti inilah kondisi tabel klasemen ‘papan bawah’ itu:

Posisi klasemen Spurs di liga inggris musim 2024/2025

Tapi ada hal aneh yang terjadi di musim ini, MU udah 4 kali ketemu Spurs... dan keempat-empatnya kalah. Spurs? Ya, Spurs. Tim yang finish di peringkat 17 di Premier League. Tim yang sering dihujat karena performa inkonsisten. Tapi di mata MU, Spurs adalah kriptonit mereka.

Tapi inget, bro. Di final, semua mulai dari nol. Gak ada jaminan apa-apa. Semua mata tertuju ke satu orang: Ange Postecoglou.

Ange: Pelatih dengan Idealisme Tinggi dan Kepala Batu

Pelatih flamboyan asal Australia ini musim ini banyak dihujat. Terlalu idealis. Terlalu keras kepala. Main cantik, tapi hasilnya sering nggak maksimal. Spurs main dominasi bola, build-up dari belakang, tapi seringkali berujung frustrasi. Hingga gak sedikit fans yang udah mulai protes, "Kenapa gak main adaptif aja, sih?"

Dan lo bayangin situasi final ini: pemain-pemain kreatif kayak James Maddison, Dejan Kulusevski, bahkan Lucas Bergvall gak bisa main karena cedera. Lawan yang cukup kuat, karena belum pernah kalah di Liga Eropa. Skuad pincang. Situasi kacau.

Tapi di sinilah keajaiban itu mulai muncul. Ange ternyata mau berubah. Dia buang egonya. Dia turunin idealismenya. Spurs gak main cantik. Gak ngotot pegang bola. Mereka main reaktif. Simple. Bertahan total.

Gak keren buat highlight YouTube, tapi efisien. Dan yang penting apa? Betul, Spurs MENANG dan bawa pulang TROPI.

Tiga Kata Lucu, “Ange Main Low-block”

Satu tembakan, satu gol, satu trofi. Itu aja yang dibutuhkan Spurs malam itu. Pertandingan berjalan alot, dengan MU menguasai bola hampir 70%. Tapi Spurs menunjukkan disiplin pertahanan yang luar biasa. Cristian Romero dan Micky van de Ven seperti tembok kokoh yang gak bisa ditembus. Juga sang kiper, Vicario, bermain cantik di laga tersebut, meskipun kita tau sempat ada error beberapa kali.

Satu gol yang berhasil bersarang di gawang Onana adalah gol dari Brennan Johnson melalui umpan lambung dari Pape Matar Sarr, beberapa orang mendebat bahwa itu adalah gol bunuh diri. Tangan Onana tak cukup jauh untuk bisa menjangkau bola mentahan yang terbentur salah satu bek United, yang kalo tidak salah bek tersebut adalah Luke Shaw.

Sampai peluit babak berakhir, Spurs akhirnya menang 1-0. MU, tim yang katanya tak terkalahkan di Liga Eropa, dibikin mati kutu oleh tim yang hampir degradasi, meskipun posisi MU juga waktu itu hanya 1 peringkat di atas Spurs (sama-sama mau degradasi). Ini bukan sekadar kemenangan. Ini pembuktian bahwa sepak bola itu gak cuma soal skill atau statistik. Ini soal mentalitas, adaptasi, dan keberanian untuk berubah.

Jadi, Gimana Kalo Ange Postecoglou Mau Main Adaptif?

Ange Postecoglou bukan cuma menangin pertandingan—dia menangin respek. Pelatih yang dulu dicaci karena terlalu idealis, sekarang dipuji karena keberaniannya buat adaptasi. Dia buktikan kalau prinsip "main cantik" bisa dikombinasikan dengan pragmatisme saat situasi memaksa.

Dan kalau musim panas nanti dia dikasih budget besar, dikasih pemain yang cocok, dan terus jalanin prinsip "adaptif di atas ego"... gue gak akan kaget kalau Spurs musim depan bukan cuma lolos ke UCL. Tapi benar-benar naik kelas jadi penantang gelar.

Ingat ya, bro. Sepak bola itu gak cuma soal angka atau statistik. Kadang, tim yang dianggap paling lemah bisa jadi juara. Kadang, pelatih yang paling dihujat bisa jadi pahlawan. Itulah kenapa kita semua cinta sama olahraga ini.

0
Subscribe to my newsletter

Read articles from Wahib Irawan directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.

Written by

Wahib Irawan
Wahib Irawan

Saya Wahib, seorang penggiat desain antarmuka pengguna atau sering disebut UI Designer. Saya ingin membagikan uneg-uneg, keresahan, dan pengalaman saya dalam dunia UI/UX melalui blog ini. Salam kenal semuanya!