Penelitian Terkini Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): Perspektif Nasional dan Internasional (2022-2025)

Suhendar AryadiSuhendar Aryadi
58 min read

I. Pendahuluan: Dinamika Terkini Pendidikan Kejuruan SMK Nasional dan Global

A. Signifikansi Penelitian Mutakhir dalam Pengembangan SMK

Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memegang peranan krusial dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil yang mampu menjawab tuntutan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) yang dinamis. Di tengah perubahan teknologi yang pesat, transformasi model bisnis, dan pergeseran kebutuhan pasar global, pemahaman mendalam terhadap hasil penelitian terbaru menjadi landasan esensial untuk mengarahkan kebijakan dan praktik pendidikan SMK. Periode 2022-2025 menandai fase penting di mana berbagai inisiatif reformasi pendidikan kejuruan, baik di tingkat nasional maupun internasional, dievaluasi dan dikembangkan lebih lanjut. Riset mutakhir menyediakan bukti empiris yang diperlukan untuk mendorong inovasi, melakukan evaluasi program secara objektif, serta mengidentifikasi tantangan-tantangan fundamental yang memerlukan solusi strategis. Organisasi internasional seperti UNESCO secara konsisten menekankan pentingnya transformasi sistem pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan (TVET) untuk menghadapi tantangan masa kini dan masa depan, yang tentunya memerlukan landasan riset yang kuat.1 Demikian pula, laporan dari OECD menggarisbawahi bagaimana tren global membentuk ulang lanskap pendidikan, termasuk pendidikan kejuruan, sehingga riset menjadi instrumen vital untuk navigasi perubahan tersebut.2 Secara fundamental, pendidikan dipandang sebagai elemen terpenting dalam kehidupan bangsa, yang diharapkan dapat terus berkembang untuk menyiapkan generasi muda yang berkualitas bagi negara.3

Meskipun volume penelitian di bidang pendidikan kejuruan terus meningkat, sebagaimana tercermin dalam berbagai publikasi jurnal ilmiah 4, salah satu tantangan persisten adalah kesenjangan antara temuan riset dan implementasinya dalam kebijakan serta praktik di tingkat satuan pendidikan. Masalah-masalah seperti rendahnya kualitas pendidikan secara umum 9 atau berbagai kendala dalam implementasi program baru seperti Kurikulum Merdeka 10 menunjukkan bahwa hasil-hasil penelitian mungkin belum sepenuhnya terdiseminasi, dipahami secara komprehensif, atau diterjemahkan menjadi tindakan nyata yang efektif oleh para pemangku kepentingan di lapangan. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan mendesak untuk membangun mekanisme yang lebih baik guna menjembatani komunikasi dan kolaborasi antara peneliti, pembuat kebijakan, dan praktisi pendidikan. Lebih jauh, signifikansi riset tidak hanya terbatas pada pemahaman konteks lokal. Di era globalisasi, penting bagi pendidikan SMK di Indonesia untuk memposisikan diri dalam lanskap internasional, belajar dari praktik-praktik terbaik di negara lain, seraya tetap adaptif terhadap kebutuhan dan karakteristik unik bangsa. Kebijakan nasional seperti program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) 12 dan agenda Revitalisasi SMK 13 berjalan secara paralel dan seringkali bersinggungan dengan inisiatif global, seperti strategi UNESCO untuk TVET 1 dan proyeksi tren pekerjaan masa depan yang dikeluarkan oleh World Economic Forum.15 Riset memainkan peran kunci dalam menganalisis sejauh mana kebijakan nasional tersebut selaras dengan, atau dapat mengambil pelajaran dari, tren dan praktik internasional, sambil memastikan relevansinya dengan konteks sosial-ekonomi Indonesia yang beragam.

B. Konteks Tantangan dan Peluang Pendidikan Kejuruan di Era Disrupsi

Pendidikan kejuruan saat ini beroperasi dalam lingkungan yang penuh dengan disrupsi signifikan. Revolusi Industri 4.0 dan geliat menuju 5.0 membawa perubahan fundamental dalam teknologi produksi dan layanan, menuntut jenis keterampilan baru yang berfokus pada digitalisasi, otomatisasi, dan analisis data.16 Pandemi COVID-19 tidak hanya mengakselerasi adopsi teknologi dalam pembelajaran tetapi juga meninggalkan dampak berupa potensi kehilangan pembelajaran (learning loss) 11 yang perlu segera diatasi. Selain itu, transisi menuju ekonomi hijau (green transition) menciptakan permintaan akan "keterampilan hijau" (green skills) 18, sementara perubahan demografi juga memengaruhi komposisi angkatan kerja dan jenis layanan yang dibutuhkan. Laporan "Future of Jobs Report 2025" dari World Economic Forum secara gamblang memaparkan bagaimana tren-tren makro ini membentuk ulang pasar tenaga kerja global.15

Di tengah berbagai tantangan tersebut, terdapat pula peluang besar. Peningkatan permintaan akan tenaga kerja dengan keterampilan spesifik dan tersertifikasi membuka ruang bagi lulusan SMK yang kompeten. Potensi inovasi teknologi dalam metode pengajaran dan pembelajaran, seperti yang dijabarkan dalam laporan bersama ILO-UNESCO mengenai digitalisasi sistem TVET 19, menawarkan cara-cara baru untuk meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas pendidikan. Kolaborasi internasional dalam riset dan pengembangan program juga menjadi peluang untuk saling belajar dan meningkatkan standar. Namun, sebuah paradoks keterampilan tampak nyata: di satu sisi, terdapat laporan mengenai tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan SMK 20, sementara di sisi lain, banyak industri yang mengeluhkan kesulitan dalam menemukan tenaga kerja dengan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Fenomena ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian (mismatch) yang signifikan antara pasokan keterampilan yang dihasilkan oleh SMK dan permintaan riil di pasar kerja. Ini bukan sekadar masalah kuantitas lulusan, melainkan lebih kepada kualitas dan relevansi keterampilan yang mereka miliki. Disrupsi teknologi dan tuntutan transisi hijau semakin mempercepat perubahan kebutuhan keterampilan ini, menjadikan kurikulum dan metode pengajaran tradisional berisiko cepat usang jika tidak diadaptasi.

Era disrupsi ini juga secara fundamental menguji resiliensi sistem pendidikan kejuruan. Kemampuan untuk secara cepat dan tepat mengadaptasi kurikulum, metode pengajaran, kualifikasi guru, dan infrastruktur pendukung menjadi faktor penentu keberhasilan. Pandemi telah memaksa adopsi teknologi pembelajaran secara masif.11 Laporan-laporan internasional seperti "The Digitization of TVET and Skills Systems" 19 dan "Skills for a Greener Future" 18 menegaskan bahwa perubahan ini bersifat struktural dan akan terus berlanjut, bukan sekadar respons sementara terhadap krisis. Oleh karena itu, sistem TVET yang resilien adalah sistem yang proaktif dalam mengantisipasi dan merespons berbagai gelombang perubahan ini, bukan hanya menunggu dan bereaksi setelah dampak negatif terasa.

II. Lanskap Pendidikan SMK di Indonesia: Kebijakan, Implementasi, dan Hasil Riset Terbaru

A. Program Prioritas Nasional: Analisis Komprehensif SMK Pusat Keunggulan (PK) dan Revitalisasi SMK

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), telah meluncurkan serangkaian program prioritas yang bertujuan untuk mentransformasi dan meningkatkan kualitas pendidikan SMK. Dua inisiatif utama yang menjadi sorotan dalam periode 2022-2025 adalah program Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan (SMK PK) dan agenda Revitalisasi SMK yang diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022.

Program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK), diluncurkan pada tahun 2021 sebagai bagian dari kebijakan Merdeka Belajar episode ke-8, dirancang untuk mengembangkan SMK dengan keahlian spesifik guna meningkatkan kualitas dan kinerjanya melalui kemitraan strategis dan penyelarasan komprehensif dengan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja (DUDIKA).12 Hingga tahun 2024, program ini telah memfasilitasi 1.850 SMK PK. Fokus utama program ini mencakup tiga pergeseran paradigma: pertama, kepemimpinan kepala sekolah yang didorong untuk bertindak layaknya CEO, memimpin unit pendidikan dengan landasan kolaborasi bisnis dan pembelajaran; kedua, penguatan kemitraan dan penyelarasan dengan DUDIKA, yang tidak lagi sebatas persetujuan kurikulum oleh industri, melainkan kurikulum yang disusun berdasarkan kebutuhan dan tuntutan industri untuk mencapai sertifikasi kompetensi yang relevan; dan ketiga, peningkatan serapan lulusan di pasar kerja.12 Salah satu mekanisme penting dalam SMK PK adalah Skema Pemadanan Dukungan (Matching Fund), di mana Kemdikbudristek memberikan dana pendamping dengan nilai setara (1:1) terhadap investasi yang diberikan industri kepada SMK mitra. Skema ini terbukti berhasil menarik dukungan industri, dengan realisasi dana pemadanan mencapai Rp439 miliar pada tahun 2022 dan hampir Rp300 miliar pada tahun 2023.12 Dukungan industri ini dapat berupa bantuan finansial untuk peralatan, fasilitas, infrastruktur, teaching factory, pelatihan guru, praktisi mengajar, sinkronisasi kurikulum, hingga sertifikasi kompetensi guru.12

Studi kasus di SMK Negeri 8 Medan, Sumatera Utara, menunjukkan dampak positif dari program SMK PK. Kepala sekolah melaporkan bahwa teaching factory di sekolahnya berkembang pesat, kerjasama dengan industri meningkat signifikan (tercatat 108 Nota Kesepahaman/MoU), jumlah guru bersertifikat meningkat, dan infrastruktur sekolah menjadi berbasis industri. Lebih lanjut, kompetensi lulusan SMK Negeri 8 Medan terbukti dengan angka tracer study yang tinggi, baik yang memilih berwirausaha maupun melanjutkan ke perguruan tinggi.12 Penelitian lain juga mengonfirmasi dampak positif SMK PK, seperti meningkatnya jumlah guru yang memiliki sertifikat kompetensi, peningkatan sarana dan prasarana berstandar IDUKA, kemampuan penggunaan platform digital, serta meningkatnya kualitas kemitraan dengan IDUKA.20 Meskipun demikian, evaluasi terhadap program SMK PK juga mencatat beberapa tantangan. Sebuah studi menunjukkan adanya persepsi bahwa program ini terkadang lebih berorientasi pada upaya mendapatkan bantuan finansial daripada melakukan perubahan substansial dalam sistem pendidikan di sekolah.24 Namun, studi yang sama juga mengakui bahwa program ini memberikan manfaat bagi industri mitra dan menciptakan sinergi yang lebih baik antara SMK, industri, dan pemerintah.24 Dari aspek administratif, pelaksanaan program SMK PK melibatkan pelaporan penggunaan dana bantuan pemerintah untuk penguatan proses pembelajaran berbasis dunia kerja dan serah terima hasil pelaksanaan kepada pemerintah daerah.25 Penetapan sekolah pelaksana program juga dilakukan secara berkala dengan evaluasi yang melibatkan Kemdikbudristek dan pemerintah daerah.26

Sejalan dengan SMK PK, Pemerintah juga menguatkan komitmennya melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi (PdV&PtV).13 Tujuan utama revitalisasi ini adalah untuk meningkatkan akses, mutu, dan relevansi penyelenggaraan PdV&PtV sesuai dengan kebutuhan pasar kerja; mendorong pembangunan keunggulan spesifik di masing-masing lembaga PdV&PtV sesuai potensi daerah dan kebutuhan pasar kerja; melakukan penguatan sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DUDIKA, dan pemangku kepentingan lainnya; membekali sumber daya manusia dengan kompetensi untuk bekerja dan/atau berwirausaha; serta mendorong partisipasi aktif DUDIKA dalam pelaksanaan PdV&PtV.13 Ruang lingkup Perpres ini sangat komprehensif, mencakup analisis kebutuhan sumber daya manusia kompeten, penyelenggaraan PdV&PtV, penyelarasan kurikulum dan standar, penjaminan mutu, serta mekanisme koordinasi antar lembaga.14 Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari upaya revitalisasi sebelumnya 27 dan diarahkan untuk mendukung visi Indonesia Maju. Sebuah penelitian yang mengkaji Perpres ini merekomendasikan agar penyusunan peta jalan revitalisasi di tingkat implementasi perlu mempertimbangkan paradigma baru pendidikan vokasi di era Revolusi Industri 4.0, struktur ketenagakerjaan nasional, serta harmonisasi regulasi terkait.13

Kedua program prioritas ini didasari oleh Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemdikbudristek untuk periode 2020-2024. Meskipun dokumen Renstra yang diacu dalam beberapa materi penelitian lebih bersifat umum untuk pendidikan tinggi vokasi (politeknik) 28 atau Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi secara keseluruhan 31 dan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 32, Renstra ini menggarisbawahi arah kebijakan vokasi nasional, termasuk SMK. Fokus utamanya adalah implementasi Merdeka Belajar, peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK), peningkatan kualitas hasil pembelajaran (di mana serapan kerja lulusan vokasi masih menjadi perhatian 31), peningkatan relevansi dengan kebutuhan industri, serta peningkatan kualitas dosen dan guru.

Analisis terhadap implementasi program-program prioritas ini mengungkapkan beberapa dinamika penting. Program seperti SMK PK dan Revitalisasi SMK, dengan desain yang bersifat top-down, menghadapi tantangan signifikan dalam penerapannya di tingkat akar rumput. Kritik bahwa program SMK PK terkadang "lebih berorientasi pada upaya mendapatkan bantuan" 24 mengisyaratkan bahwa semangat reformasi yang diusung dari pusat dapat mengalami distorsi atau pergeseran prioritas di tingkat sekolah. Hal ini bisa disebabkan oleh beragamnya kapasitas sekolah, tekanan untuk memenuhi target-target administratif program, atau insentif yang mungkin tidak sepenuhnya selaras dengan tujuan perubahan fundamental yang diharapkan. Keberhasilan implementasi, seperti yang ditunjukkan oleh kasus SMK Negeri 8 Medan 12, sangat bergantung pada kepemimpinan kepala sekolah yang proaktif dan transformasional. Ini menunjukkan bahwa intervensi program melalui pendanaan dan regulasi saja tidak cukup tanpa adanya agen perubahan yang kuat di tingkat satuan pendidikan. Kepala sekolah tidak hanya berperan sebagai manajer administratif, tetapi harus menjadi pemimpin instruksional dan visioner yang mampu menerjemahkan kebijakan nasional menjadi aksi nyata, termasuk membangun kemitraan industri yang solid dan memberdayakan para guru.

Lebih lanjut, pergeseran paradigma dari sekadar "pengesahan kurikulum oleh industri" menjadi "kurikulum yang dipandu oleh kebutuhan dan tuntutan industri" 12 merupakan langkah maju yang signifikan. Namun, tantangan sebenarnya terletak pada bagaimana membangun kemitraan yang mendalam, substantif, dan berkelanjutan, bukan sekadar formalitas administratif berupa penandatanganan MoU dalam jumlah banyak.12 Kemitraan sejati melibatkan keterlibatan aktif industri dalam seluruh siklus pendidikan, mulai dari perancangan kurikulum, penyediaan pengajar tamu dari kalangan praktisi, penyelenggaraan program magang yang terstruktur dan relevan, pelaksanaan asesmen bersama, hingga investasi dalam pengembangan sarana dan prasarana sekolah. Hal ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan rasa saling memiliki dari kedua belah pihak, baik sekolah maupun industri.

Berikut adalah tabel ringkasan yang memadukan informasi kunci mengenai program SMK Pusat Keunggulan dan Revitalisasi SMK:

Tabel 1: Ringkasan Program Prioritas Nasional Pendidikan SMK di Indonesia (SMK Pusat Keunggulan & Revitalisasi SMK)

Nama ProgramTujuan Utama & Dasar HukumFokus Intervensi KunciMekanisme Implementasi UtamaTemuan Riset/Evaluasi SignifikanCuplikan Pendukung Utama
SMK Pusat Keunggulan (SMK PK)Mengembangkan SMK dengan keahlian spesifik, meningkatkan kualitas dan kinerja melalui kemitraan industri. 12 <br> Dasar Hukum: Merdeka Belajar episode 8. 12Kepemimpinan kepala sekolah, kemitraan dan penyelarasan dengan DUDIKA (sinkronisasi kurikulum berbasis kebutuhan industri), peningkatan serapan lulusan. 12Skema Pemadanan Dukungan (Matching Fund) antara pemerintah dan industri. 12 <br> Fasilitasi implementasi Kurikulum Merdeka, komunitas belajar, teaching factory. 12Positif: Peningkatan teaching factory, peningkatan kerjasama industri (108 MoU di SMK N 8 Medan), peningkatan kompetensi guru, tingginya serapan lulusan (wirausaha & lanjut studi) di sekolah model. 12 Peningkatan jumlah guru bersertifikat kompetensi, sarpras standar IDUKA, penggunaan platform digital, peningkatan kemitraan. 20 Sinergi antara SMK dan industri dengan pemerintah sebagai penengah dinilai semakin baik. 24 <br> Tantangan: Program terkadang terlihat lebih berorientasi pada upaya mendapatkan bantuan daripada melakukan perubahan substansial dalam sistem pendidikan. 2412
Revitalisasi SMK (berdasarkan Perpres No. 68 Tahun 2022)Meningkatkan akses, mutu, dan relevansi penyelenggaraan Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi (PdV&PtV) sesuai kebutuhan pasar kerja; mendorong pembangunan keunggulan spesifik; penguatan sinergi antar pemangku kepentingan; membekali SDM untuk kerja/wirausaha; mendorong partisipasi DUDIKA. 13 <br> Dasar Hukum: Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022. 13Kebutuhan SDM/tenaga kerja kompeten; penyelenggaraan PdV&PtV; penyelarasan PdV&PtV; penjaminan mutu PdV&PtV; koordinasi PdV&PtV. 14Koordinasi antar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). 33 Penguatan peran Tim Koordinasi Daerah. 13Penyusunan peta jalan revitalisasi perlu mempertimbangkan paradigma baru pendidikan vokasi di era Industri 4.0, struktur ketenagakerjaan Indonesia, dan regulasi terkait. 1313

B. Transformasi Kurikulum: Implementasi Kurikulum Merdeka dan Upaya Peningkatan Relevansi Industri

Transformasi kurikulum merupakan salah satu pilar utama dalam upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan SMK di Indonesia. Implementasi Kurikulum Merdeka (KM) menjadi agenda sentral, dirancang sebagai respons terhadap krisis belajar (learning crisis) yang telah lama dihadapi dan diperparah oleh pandemi.11 Kurikulum ini bertujuan memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum operasional yang sesuai dengan karakteristik, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah.

Namun, implementasi Kurikulum Merdeka di SMK tidak berjalan tanpa tantangan. Penelitian menunjukkan adanya berbagai kesulitan yang dihadapi guru. Dalam tahap perencanaan, guru mengalami kendala saat menganalisis Capaian Pembelajaran (CP) yang dirumuskan per fase, menerjemahkannya ke dalam Tujuan Pembelajaran (TP) yang operasional, hingga menyusun Modul Ajar yang komprehensif. Kesulitan ini semakin terasa bagi guru yang kurang memiliki kemahiran dalam memanfaatkan teknologi untuk pengembangan perangkat ajar.10 Pada tahap pelaksanaan, tantangan muncul dari keterbatasan ketersediaan buku siswa yang sesuai dengan semangat KM, serta kurangnya kemampuan dan kesiapan sebagian guru dalam menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan pembelajaran abad ke-21.10 Lebih lanjut, minimnya pelatihan mengenai Kurikulum Merdeka, terutama bagi SMK yang tidak termasuk dalam program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK), menjadi keluhan yang signifikan. Pelatihan yang ada seringkali belum merata dan belum cukup untuk membekali semua guru dengan pemahaman dan keterampilan yang dibutuhkan.10 Kualifikasi guru yang dianggap kurang mumpuni dan minimnya pengalaman mengajar juga diidentifikasi sebagai faktor penghambat efektivitas implementasi KM.11 Oleh karena itu, pengawasan dan monitoring yang lebih intensif terhadap pelaksanaan Kurikulum Merdeka di SMK dianggap perlu untuk mengidentifikasi kendala dan memastikan implementasi berjalan sesuai harapan.11

Sejalan dengan implementasi Kurikulum Merdeka, upaya peningkatan relevansi industri juga dilakukan melalui penyesuaian spektrum keahlian SMK agar lebih selaras dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berubah.11 Kolaborasi dengan industri dalam pengembangan dan implementasi kurikulum menjadi kunci. Kemitraan ini diharapkan memastikan bahwa kurikulum tidak hanya relevan secara teoretis, tetapi juga mencerminkan tantangan nyata di dunia kerja dan membekali siswa dengan kompetensi praktis yang dibutuhkan untuk berkarir di masa depan.11 Inisiatif serupa juga terlihat di tingkat pendidikan tinggi vokasi, di mana institusi seperti Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) merencanakan pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri dan mengadopsi teknologi digital dalam proses pembelajaran.34 Program SMK PK juga menekankan pentingnya sinkronisasi kurikulum yang dipandu oleh kebutuhan industri, bukan sekadar pengesahan formal.12

Fleksibilitas yang ditawarkan oleh Kurikulum Merdeka sejatinya merupakan peluang besar bagi SMK untuk berinovasi dan menyesuaikan pembelajaran dengan konteks lokal serta kebutuhan industri. Namun, potensi ini hanya dapat terealisasi secara optimal jika didukung oleh kapasitas guru yang memadai dan ketersediaan sumber daya yang cukup. Tanpa dukungan tersebut, Kurikulum Merdeka berisiko menjadi beban administratif baru bagi guru, menambah kompleksitas tanpa menghasilkan perbaikan kualitas pembelajaran yang signifikan.10 Filosofi ideal Kurikulum Merdeka, yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan pengembangan kompetensi secara holistik, dapat bertabrakan dengan realitas keterbatasan kapasitas guru dan minimnya dukungan sistemik di banyak sekolah.

Adopsi teknologi digital dalam kurikulum, sebagaimana direncanakan oleh UNY 34 dan menjadi tuntutan dalam penyusunan perangkat ajar Kurikulum Merdeka 10, sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur digital dan tingkat literasi digital guru yang merata. Saat ini, hal tersebut masih menjadi tantangan signifikan di banyak daerah. Kesenjangan dalam akses terhadap perangkat keras, perangkat lunak, koneksi internet yang stabil, serta kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi secara pedagogis akan menghambat efektivitas implementasi kurikulum yang modern dan relevan. Keluhan mengenai minimnya pelatihan terkait Kurikulum Merdeka 10 menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan model pengembangan profesional guru yang lebih efektif, berkelanjutan, dan berbasis komunitas. Program SMK PK yang memfasilitasi sekolah unggulan menjadi rujukan bagi sekolah lain dalam implementasi Kurikulum Merdeka, termasuk melalui pembentukan komunitas belajar dan berbagi praktik baik 12, menawarkan model yang potensial. Namun, skalabilitas dan efektivitas model ini untuk menjangkau seluruh guru SMK, terutama yang berada di luar jaringan SMK PK, menjadi pertanyaan krusial yang perlu dijawab. Pelatihan yang bersifat sporadis dan seremonial tidak akan cukup; yang dibutuhkan adalah model pendampingan, pembinaan, dan komunitas belajar yang berkelanjutan dan terintegrasi dalam ekosistem sekolah.

C. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia: Kompetensi Guru dan Efektivitas Program Pengembangan Profesional

Kualitas sumber daya manusia, khususnya guru, merupakan faktor determinan dalam keberhasilan sistem pendidikan SMK. Analisis terhadap kualitas guru di Indonesia secara umum menunjukkan adanya berbagai tantangan. Rendahnya kualitas pendidikan nasional salah satunya dipengaruhi oleh persepsi yang kurang tepat terhadap profesi guru, di mana sebagian masyarakat atau bahkan calon guru masih memandang bahwa mengajar adalah pekerjaan mudah atau orientasi utama menjadi guru adalah untuk mendapatkan gaji. Pandangan semacam ini sangat bertentangan dengan kebutuhan mendesak akan guru-guru yang berkualitas, profesional, dan berdedikasi tinggi.9 Selain itu, kendala terkait kompetensi pendidik dan kualitas praktik pengajaran di dalam kelas juga masih menjadi isu yang perlu mendapatkan perhatian serius.35

Dalam konteks SMK yang harus merespons dinamika Revolusi Industri 4.0, kompetensi guru menjadi semakin krusial. Guru SMK dituntut untuk tidak hanya menguasai materi kejuruan secara mendalam, tetapi juga memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi internet dan digital dalam proses pembelajaran, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran abad ke-21. Kreativitas guru dalam merancang pengalaman belajar yang relevan dan menarik juga menjadi kunci.16 Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru SMK di era ini, antara lain melalui partisipasi aktif dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), forum ilmiah, berbagai program pelatihan, serta penguasaan strategi pembelajaran yang mendorong kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills - HOTS).16 Penelitian juga menyoroti pentingnya strategi guru SMK dalam meningkatkan kompetensi teknologi mereka dan kesiapan mereka dalam menghadapi tantangan industri melalui pemanfaatan teknologi secara optimal dalam pembelajaran.36

Salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan standar dan profesionalisme guru adalah Pendidikan Profesi Guru (PPG). Program PPG diharapkan dapat membekali para guru, termasuk guru SMK, dengan kemampuan untuk menerapkan strategi pedagogi mutakhir, memanfaatkan berbagai alat teknologi secara efektif di kelas, serta memberdayakan siswa untuk mengambil peran aktif dalam proses belajar mereka sendiri.35 Melalui PPG, guru juga diharapkan memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pentingnya evaluasi pembelajaran yang holistik dan beragam, tidak hanya berfokus pada aspek kognitif.35 Program PPG Prajabatan, khususnya, dipandang sebagai bekal penting bagi calon guru sebelum mereka menjalani Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) dan diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.37 Efektivitas program PPG sendiri terus menjadi subjek evaluasi. Beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Prasetyo dkk. (2022) mengenai integrasi teori dan praktik dalam PPG, serta studi oleh Rahmawati & Hidayat (2021) tentang dampak PPG terhadap peningkatan kompetensi pedagogik guru 35, memberikan masukan penting untuk perbaikan program secara berkelanjutan.

Persoalan kualitas guru ini memiliki akar yang kompleks dan saling terkait. Rendahnya minat individu-individu berkualitas untuk memasuki profesi guru, yang mungkin disebabkan oleh pandangan keliru tentang profesi ini atau pertimbangan kesejahteraan 9, dapat berkontribusi pada kualitas input calon guru yang kurang ideal. Hal ini, pada gilirannya, dapat memengaruhi kualitas proses pendidikan guru (termasuk PPG) dan akhirnya berdampak pada kualitas pengajaran di sekolah serta hasil belajar siswa. Siklus ini berpotensi memperkuat persepsi negatif terhadap efektivitas sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas guru harus dimulai dari hulu, yaitu bagaimana menarik calon-calon terbaik untuk menjadi guru.

Meskipun PPG dirancang sebagai program strategis untuk meningkatkan profesionalisme guru 35, efektivitasnya sangat bergantung pada berbagai faktor. Kualitas program PPG itu sendiri, yang mencakup kurikulum, kualifikasi para pelatih atau instruktur, serta sejauh mana program tersebut mampu mengintegrasikan teori dan praktik secara bermakna 35, menjadi penentu utama. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah adanya sistem pengembangan profesional berkelanjutan (CPD) yang komprehensif pasca-PPG. Tanpa sistem pendukung yang kuat dan berkelanjutan, PPG berisiko menjadi sekadar pemenuhan syarat sertifikasi formal, tanpa dampak signifikan pada praktik pengajaran sehari-hari di kelas.

Dorongan kuat agar guru menguasai teknologi informasi dan komunikasi 16 memang sangat relevan di era digital ini. Namun, penting untuk diingat bahwa penguasaan teknologi tersebut tidak boleh mengesampingkan penguatan kompetensi pedagogis fundamental. Kemampuan guru dalam merancang pembelajaran yang bermakna, mengelola kelas secara efektif, memilih metode pengajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materi, serta melakukan asesmen yang valid dan reliabel, tetap menjadi dasar utama. Berbagai kesulitan yang dihadapi guru dalam implementasi Kurikulum Merdeka, seperti yang diuraikan sebelumnya 10, justru banyak berkaitan dengan aspek-aspek pedagogis fundamental ini. Oleh karena itu, fokus pengembangan profesional guru harus seimbang antara penguasaan teknologi dan penguatan fondasi pedagogi, sehingga teknologi dapat diintegrasikan secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan sekadar digunakan sebagai alat tanpa tujuan pedagogis yang jelas.

D. Inovasi Pedagogis dan Teknologi dalam Pembelajaran SMK

Seiring dengan tuntutan zaman, berbagai inovasi pedagogis dan pemanfaatan teknologi mulai diterapkan dalam pembelajaran di SMK untuk meningkatkan minat, motivasi, dan hasil belajar siswa. Penggunaan platform digital dan aplikasi pembelajaran interaktif menunjukkan tren yang positif. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Quizizz dapat meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran Perawatan Berkala Kendaraan Ringan 5, sementara penggunaan Kahoot terbukti berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Mesin Konversi Energi.5 Implementasi Learning Management System (LMS) berbasis Moodle di SMKS Nurul Huda juga dilaporkan memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran secara daring maupun campuran.38

Selain pemanfaatan aplikasi, model-model pembelajaran inovatif juga dikembangkan dan diuji efektivitasnya. Metode project work collaborative dilaporkan mampu meningkatkan hasil belajar praktik siswa pada mata pelajaran praktik perawatan dan perbaikan mesin otomotif di SMK Negeri Klakah Lumajang.4 Senada dengan itu, penelitian lain menunjukkan peningkatan hasil belajar dan motivasi siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dalam elemen menjahit kerah tegak di SMKN 3 Probolinggo.40 Pengembangan media pembelajaran seperti video pembelajaran interaktif juga terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, dengan tingkat kelayakan materi dan bahasa yang tinggi serta respons positif dari siswa.41

Salah satu inovasi unggulan yang terus didorong di SMK adalah konsep Teaching Factory (TEFA). TEFA merupakan model pembelajaran yang berbasis pada produksi barang atau penyediaan jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri, serta dilaksanakan dalam suasana kerja yang menyerupai kondisi industri sebenarnya.21 Implementasi TEFA bertujuan untuk meningkatkan kompetensi produktif siswa dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan mereka.21 Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa implementasi TEFA secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan teknis-pedagogis dan soft skills para guru, sehingga menyelaraskan keterampilan guru dengan kebutuhan industri terkini.42 Keberhasilan TEFA tidak hanya berdampak pada siswa dan guru, tetapi juga pada peningkatan budaya industri di sekolah.

Di samping inovasi dalam metode dan media pembelajaran, aspek penting lainnya adalah penerapan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sebuah studi kasus di jurusan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMK Al-Anhar Bayang menunjukkan adanya implementasi Sistem Manajemen K3 yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, meskipun masih terdapat beberapa kendala.5

Pemanfaatan berbagai aplikasi dan platform digital seperti Quizizz, Kahoot, dan LMS Moodle 5 menunjukkan potensi besar teknologi sebagai akselerator dalam meningkatkan keterlibatan siswa dan efektivitas pembelajaran. Namun, penting untuk disadari bahwa teknologi hanyalah alat. Efektivitasnya sangat bergantung pada desain pedagogis yang mendasarinya dan kesiapan guru dalam mengintegrasikannya ke dalam proses belajar mengajar, sebagaimana telah dibahas dalam konteks tantangan implementasi Kurikulum Merdeka dan peningkatan kualitas guru.10 Tanpa perencanaan yang matang dan pemahaman pedagogis yang kuat, penggunaan teknologi berisiko menjadi sekadar gimik tanpa dampak pembelajaran yang signifikan.

Konsep Teaching Factory (TEFA) 21 muncul sebagai model pembelajaran yang sangat menjanjikan dalam menjembatani kesenjangan antara teori yang dipelajari di sekolah dan praktik nyata yang dibutuhkan di dunia kerja. TEFA tidak hanya membekali siswa dengan keterampilan teknis yang relevan, tetapi juga menanamkan budaya kerja industri dan mengembangkan jiwa kewirausahaan. Lebih dari itu, keterlibatan guru secara langsung dalam proses produksi di TEFA juga berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kompetensi teknis dan pedagogis mereka, memastikan bahwa apa yang diajarkan selaras dengan perkembangan industri. Keberhasilan implementasi TEFA memerlukan komitmen kuat dari seluruh warga sekolah, dukungan infrastruktur yang memadai, dan kemitraan yang erat dengan industri. Jika diimplementasikan dengan benar, TEFA dapat menjadi solusi konkret untuk mengatasi masalah relevansi lulusan SMK dan tingginya angka pengangguran.20

Inovasi di SMK tidak hanya terbatas pada aspek teknologi atau metode pengajaran. Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 5 menunjukkan bahwa penanaman budaya kerja yang aman dan profesional juga merupakan bentuk inovasi yang krusial. Pemahaman dan penerapan K3 adalah kompetensi dasar yang sangat dihargai di semua sektor industri dan mencerminkan tingkat profesionalisme seorang tenaga kerja. Mengintegrasikan prinsip-prinsip K3 ke dalam setiap kegiatan pembelajaran praktik di bengkel atau laboratorium merupakan langkah penting untuk mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja dengan kesadaran akan pentingnya keselamatan diri dan lingkungan kerja.

E. Sinkronisasi dengan Dunia Kerja: Efektivitas Magang Industri dan Penyerapan Lulusan

Sinkronisasi antara pendidikan di SMK dengan kebutuhan dunia kerja merupakan isu sentral yang terus diupayakan peningkatannya. Salah satu instrumen utama dalam menjembatani kesenjangan ini adalah melalui program magang industri atau Praktik Kerja Lapangan (PKL). Evaluasi terhadap kompetensi mahasiswa magang dari program Pendidikan Teknik Mesin (PTM) FKIP UNS periode 2022, berdasarkan persepsi pembimbing lapangan industri, menunjukkan bahwa kompetensi mahasiswa secara umum dinilai "cukup sesuai" dengan kebutuhan industri. Aspek sikap kerja, seperti kedisiplinan, tanggung jawab, dan etos kerja, menjadi hal yang paling menonjol dan dinilai sangat baik oleh industri. Hal ini mengindikasikan keberhasilan program studi dalam menanamkan nilai-nilai dan etika kerja yang baik, yang menjadi modal penting di pasar kerja. Meskipun demikian, penelitian yang sama juga mengungkapkan bahwa masih terdapat ruang untuk pengembangan, terutama dalam hal penguasaan keterampilan teknis spesifik sesuai bidang keahlian dan kemampuan analisis masalah yang kompleks. Aspek komunikasi dan interaksi dengan lingkungan kerja juga diidentifikasi sebagai area yang memerlukan peningkatan lebih lanjut.4 Pentingnya program magang sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan juga telah ditegaskan dalam penelitian sebelumnya, seperti yang dikutip dari Aziz (2019).4

Terkait dengan penyerapan lulusan, program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) menunjukkan hasil yang menggembirakan. Studi pelacakan (tracer study) lulusan SMK Negeri 8 Medan, salah satu SMK PK, menunjukkan angka yang cukup tinggi baik untuk lulusan yang memilih berwirausaha maupun yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.12 Hal ini mengindikasikan bahwa program SMK PK, dengan fokus pada penguatan kemitraan industri dan relevansi kurikulum, berpotensi meningkatkan daya saing lulusan di pasar kerja maupun dalam pengembangan karir lebih lanjut.

Temuan bahwa sikap kerja mahasiswa magang dinilai sangat baik oleh industri 4 merupakan aset berharga, mengingat soft skills seperti etika kerja, kedisiplinan, dan tanggung jawab sangat dicari oleh pemberi kerja. Ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai profesional di SMK telah berjalan relatif baik. Namun, catatan mengenai perlunya pengembangan keterampilan teknis spesifik dan kemampuan analisis masalah yang lebih mendalam 4 mengisyaratkan bahwa aspek hard skills dan kemampuan berpikir kritis tingkat tinggi yang diajarkan di sekolah mungkin belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi atau standar industri. Program magang menjadi sangat penting sebagai wahana untuk mengidentifikasi kesenjangan ini dan memberikan pengalaman praktis yang memperdalam penguasaan teknis siswa.

Efektivitas program magang itu sendiri sangat bervariasi dan bergantung pada banyak faktor. Kualitas rancangan program, intensitas dan kualitas bimbingan yang diberikan (baik oleh guru pamong dari sekolah maupun supervisor dari industri), serta keselarasan antara tugas-tugas yang diberikan selama magang dengan kompetensi inti yang ingin dicapai menjadi penentu utama. Tanpa standar minimal, pengawasan yang baik, dan evaluasi yang komprehensif, program magang berisiko menjadi sekadar formalitas atau bahkan pengalaman yang kurang bermakna bagi siswa. Oleh karena itu, perlu ada upaya standarisasi dan peningkatan kualitas penyelenggaraan magang industri secara nasional.

Tingginya angka serapan lulusan dari sekolah-sekolah yang menjalankan program unggulan seperti SMK PK 12 adalah indikator keberhasilan yang positif. Namun, data serapan lulusan perlu dianalisis lebih lanjut secara multidimensional. Tidak cukup hanya mengetahui berapa persen lulusan yang "terserap" bekerja. Perlu digali lebih dalam mengenai kualitas pekerjaan yang mereka peroleh, kesesuaian antara pekerjaan dengan bidang studi yang ditempuh di SMK, tingkat pendapatan awal, keberlanjutan karir mereka, serta kepuasan kerja. Selain itu, keberhasilan lulusan dalam merintis wirausaha juga merupakan outcome penting yang menunjukkan kemandirian, inovasi, dan kemampuan menciptakan lapangan kerja, yang perlu terus didorong dan difasilitasi oleh SMK.

III. Tantangan Struktural dan Operasional dalam Sistem Pendidikan SMK Indonesia

Meskipun berbagai upaya reformasi dan inovasi terus dilakukan, sistem pendidikan SMK di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan struktural dan operasional yang signifikan. Temuan dari berbagai penelitian terbaru menyoroti beberapa area kritis yang memerlukan perhatian berkelanjutan.

Pertama, terkait kualitas dan pemerataan pendidikan. Masih adanya pandangan di sebagian masyarakat bahwa mengajar adalah pekerjaan yang mudah atau orientasi utama menjadi guru adalah untuk mendapatkan gaji 9 berimplikasi pada rendahnya minat individu-individu berpotensi tinggi untuk memasuki profesi guru, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kualitas input dan output pendidikan. Selain itu, pembangunan infrastruktur pendidikan yang cenderung terpusat di wilayah perkotaan seringkali mengabaikan kebutuhan sekolah-sekolah di daerah pedesaan dan terpencil, menciptakan kesenjangan akses terhadap fasilitas yang memadai.9 Biaya pendidikan, meskipun pemerintah telah menyediakan berbagai skema bantuan, terkadang masih dirasakan mahal oleh sebagian kelompok masyarakat.9 Secara umum, infrastruktur dan sarana prasarana (sarpras) yang tidak memadai masih menjadi kendala di banyak SMK.9 Hal ini juga menjadi penghambat spesifik dalam implementasi Kurikulum Merdeka, di mana keterbatasan fasilitas laboratorium, perpustakaan, dan buku pelajaran yang sesuai menjadi isu.11

Kedua, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya guru dan tenaga kependidikan, masih menjadi tantangan besar. Banyak guru mengalami kesulitan dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan Kurikulum Merdeka, mulai dari analisis Capaian Pembelajaran, penyusunan modul ajar yang kontekstual, hingga pemanfaatan teknologi dan media pembelajaran yang inovatif.10 Kualifikasi pendidikan guru yang dinilai kurang mumpuni dan minimnya pengalaman mengajar diidentifikasi sebagai salah satu kendala dalam implementasi efektif Kurikulum Merdeka.11 Pelatihan terkait Kurikulum Merdeka juga dilaporkan belum merata dan belum cukup intensif, terutama bagi SMK yang tidak termasuk dalam program Pusat Keunggulan.10 Lebih lanjut, keterbatasan pengetahuan dosen atau guru mengenai praktik-praktik terkini di dunia usaha dan dunia industri (DU/DI) juga menjadi catatan penting yang dapat memengaruhi relevansi pembelajaran.31

Ketiga, relevansi dengan dunia kerja terus menjadi pekerjaan rumah. Meskipun berbagai program sinkronisasi kurikulum dan kemitraan industri telah digulirkan, masalah serapan kerja lulusan vokasi, termasuk SMK, masih menjadi perhatian.31 Kompetensi teknis spesifik dan kemampuan analisis masalah pada mahasiswa magang juga dilaporkan masih memerlukan pengembangan lebih lanjut agar sesuai dengan ekspektasi industri.4

Keempat, implementasi kebijakan dan program di tingkat lapangan juga menghadapi kendala. Ada kekhawatiran bahwa program ambisius seperti SMK Pusat Keunggulan terkadang lebih dilihat sebagai upaya untuk mendapatkan bantuan finansial daripada sebagai momentum untuk melakukan perubahan substansial dalam sistem dan budaya sekolah.24 Perlunya pengawasan dan mekanisme monitoring yang lebih baik terhadap pelaksanaan kurikulum dan program-program pemerintah di tingkat sekolah juga sering disuarakan untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas.11

Tantangan-tantangan yang diidentifikasi ini bersifat kompleks dan saling terkait satu sama lain, membentuk sebuah jejaring masalah yang memerlukan solusi komprehensif. Sebagai contoh, infrastruktur fisik dan digital yang tidak memadai 9 akan secara langsung menghambat implementasi kurikulum yang menuntut penggunaan teknologi 10 dan upaya peningkatan kualitas guru melalui pelatihan berbasis digital.16 Demikian pula, kualitas guru yang belum optimal 9 akan mempersulit penerapan kurikulum yang kompleks dan menuntut kreativitas tinggi seperti Kurikulum Merdeka.10 Ini menunjukkan bahwa intervensi yang bersifat parsial atau hanya menyentuh satu aspek kemungkinan besar tidak akan efektif. Diperlukan sebuah pendekatan sistemik yang mampu mengatasi berbagai tantangan ini secara simultan dan terkoordinasi.

Lebih jauh, terdapat kesenjangan yang nyata antara kebijakan yang dirancang di tingkat pusat dengan realitas yang dihadapi di tingkat daerah dan satuan pendidikan. Kebijakan nasional yang ambisius, seperti program SMK Pusat Keunggulan, Revitalisasi SMK, dan implementasi Kurikulum Merdeka, seringkali berhadapan dengan tembok berupa disparitas kapasitas antar daerah dan antar sekolah. Kesenjangan ini dapat berupa perbedaan kualitas infrastruktur, kualifikasi dan kompetensi guru, hingga akses terhadap program pelatihan dan pengembangan profesional. Sebagai contoh, laporan mengenai pemerataan infrastruktur yang lebih baik di perkotaan dibandingkan pedesaan 9 dan pelatihan Kurikulum Merdeka yang lebih banyak diterima oleh SMK Pusat Keunggulan 10 mengindikasikan bahwa sekolah-sekolah di daerah terpencil atau yang bukan merupakan bagian dari program prioritas mungkin tidak memiliki sumber daya atau dukungan yang setara untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut secara efektif. Jika tidak diatasi, hal ini justru berpotensi memperlebar kesenjangan kualitas pendidikan antar wilayah dan antar sekolah.

Selain tantangan struktural dan operasional, terdapat pula tantangan kultural yang tidak kalah penting. Resistensi terhadap perubahan, baik dari individu maupun institusi, serta pandangan yang keliru atau kurang apresiatif terhadap profesi guru 9, dapat menjadi penghalang internal yang signifikan terhadap laju reformasi pendidikan. Perubahan mindset dan budaya kerja di lingkungan pendidikan menjadi sama pentingnya dengan perubahan kebijakan, kurikulum, atau alokasi sumber daya. Tanpa adanya perubahan budaya yang mendukung inovasi, kolaborasi, dan pembelajaran berkelanjutan, upaya reformasi dari luar akan sulit untuk mengakar dan memberikan dampak yang langgeng.

IV. Arah dan Praktik Terbaik Pendidikan Kejuruan di Kancah Internasional

A. Agenda Global untuk Transformasi TVET: Strategi UNESCO, OECD, dan ILO

Organisasi-organisasi internasional memainkan peran penting dalam menetapkan agenda global dan membagikan praktik terbaik untuk transformasi Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan (TVET). Strategi dan laporan yang mereka hasilkan memberikan panduan berharga bagi negara-negara anggota, termasuk Indonesia, dalam upaya meningkatkan kualitas dan relevansi sistem pendidikan kejuruan mereka.

UNESCO melalui Strategi TVET 2022-2029 mengusung visi untuk mentransformasi TVET demi terwujudnya transisi yang sukses dan adil bagi semua individu. Fokus utamanya adalah mempromosikan pengembangan keterampilan yang memberdayakan, mendukung pekerjaan produktif dan layak, serta memfasilitasi transisi menuju ekonomi dan masyarakat yang lebih digital, hijau, dan inklusif.1 Tiga prioritas utama yang diusung adalah: pertama, mengembangkan keterampilan bagi semua individu agar dapat belajar, bekerja, dan menjalani kehidupan yang berkualitas; kedua, mengembangkan keterampilan untuk mendukung ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan; dan ketiga, mengembangkan keterampilan untuk membangun masyarakat yang inklusif dan damai.1 UNESCO juga aktif memberikan dukungan kepada negara-negara anggota dalam menghadapi berbagai tantangan TVET, salah satunya melalui program TVET Review. Sebagai contoh, di Yordania, UNESCO membantu implementasi rencana strategis reformasi pendidikan vokasi nasional dengan fokus utama pada penguatan keterkaitan antara sistem TVET dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, yang melibatkan analisis mendalam baik dari sisi penawaran (jalur dan paket pembelajaran) maupun dari sisi permintaan (kualifikasi yang dibutuhkan pasar kerja dan tren pekerjaan masa depan).44

OECD, melalui laporan periodiknya "Trends Shaping Education 2025", mengidentifikasi berbagai tren global – geopolitik, ekonomi, sosial, teknologi, dan lingkungan – yang secara signifikan membentuk dan memengaruhi sistem pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan kejuruan dan pelatihan (VET).2 Laporan ini menyoroti transformasi pasar kerja yang didorong oleh kemajuan teknologi dan imperatif keberlanjutan, yang memunculkan permintaan akan pekerjaan hijau (green jobs) namun sekaligus meningkatkan risiko ketidaksesuaian keterampilan (skills mismatch). Isu-isu kesenjangan, seperti yang disebabkan oleh migrasi, ketidaksetaraan pendapatan, tantangan yang dihadapi generasi muda, kesenjangan gender, dan polarisasi politik, juga menjadi perhatian, di mana pendidikan diharapkan memainkan peran penting dalam mengatasinya.45

Sementara itu, International Labour Organization (ILO), seringkali bekerja sama dengan lembaga lain seperti World Economic Forum (WEF), memberikan kontribusi signifikan dalam analisis pasar kerja dan kebutuhan keterampilan. "Future of Jobs Report 2025" yang dirilis oleh WEF, berdasarkan survei terhadap lebih dari 1.000 perusahaan global, memaparkan bahwa pasar tenaga kerja saat ini sedang dibentuk ulang oleh perkembangan teknologi, transisi hijau, serta pergeseran ekonomi dan demografi. Laporan ini memproyeksikan terciptanya sekitar 170 juta pekerjaan baru dalam dekade ini, namun pada saat yang sama sekitar 92 juta peran akan tergantikan, menghasilkan peningkatan bersih sekitar 78 juta pekerjaan baru. Pekerjaan yang diproyeksikan tumbuh pesat secara persentase meliputi spesialis data besar, insinyur fintech, serta spesialis Kecerdasan Buatan (AI) dan machine learning. Dalam hal jumlah absolut, pekerjaan seperti pekerja pertanian (didorong oleh transisi hijau), pengemudi, pengembang perangkat lunak, pekerja konstruksi bangunan, tenaga penjualan ritel, pekerja pengolahan makanan, dan berbagai pekerjaan di sektor perawatan diprediksi akan mengalami pertumbuhan signifikan. Laporan ini juga mengidentifikasi serangkaian keterampilan kunci yang akan semakin dibutuhkan, antara lain keterampilan terkait AI dan data besar, jaringan dan keamanan siber, literasi teknologi, berpikir kreatif, resiliensi, fleksibilitas dan agilitas, rasa ingin tahu dan pembelajaran seumur hidup, kepemimpinan dan pengaruh sosial, manajemen bakat, berpikir analitis, serta pengelolaan lingkungan. Diperkirakan sekitar 39% dari keterampilan kunci yang dibutuhkan di pasar kerja akan berubah pada tahun 2030.15

Menanggapi dinamika ini, ILO melalui Skills and Lifelong Learning Strategy berupaya mengatasi masalah ketidaksesuaian keterampilan yang timbul akibat perubahan global. Data menunjukkan bahwa sekitar 77% perusahaan mengalami kesulitan dalam menemukan tenaga kerja dengan keterampilan yang cocok. Oleh karena itu, investasi dalam pembelajaran seumur hidup (lifelong learning) dianggap sebagai kunci.19 ILO juga fokus pada pengembangan kebijakan keterampilan, penguatan badan keterampilan sektoral, dan mendukung digitalisasi sistem TVET. Laporan bersama ILO-UNESCO "The Digitization of TVET and Skills Systems" 19 menawarkan perspektif global mengenai dampak digitalisasi pada aspek manajemen, penyampaian, asesmen, dan sertifikasi dalam TVET. Lebih lanjut, manual praktis yang diterbitkan ILO pada tahun 2025 22 menyediakan panduan enam langkah konkret bagi penyedia pelatihan untuk melakukan digitalisasi dan menerapkan model pembelajaran campuran (blended learning), lengkap dengan studi kasus dari berbagai negara seperti Uni Eropa (alat SELFIE), Republik Dominika (program Teknisi Keamanan Siber), Ukraina (prioritas okupasi untuk rekonstruksi dan penggunaan VR), Bangladesh (pelatihan e-learning untuk manajer TVET), India (ujian online terawasi), dan wilayah Basque di Spanyol (model evaluasi 360 derajat).

Fokus penting lainnya dari ILO adalah "Skills for a Greener Future".18 Laporan ini menekankan bahwa transisi menuju ekonomi hijau berpotensi menciptakan jutaan pekerjaan baru, namun hal ini memerlukan upaya reskilling dan upskilling secara masif untuk menghindari peningkatan pengangguran dan kesenjangan. Pengembangan keterampilan dianggap sebagai landasan dari transisi yang adil (just transition), dengan mengidentifikasi perubahan okupasi, kesenjangan keterampilan (skills gaps), dan kekurangan keterampilan (skills shortages) yang mungkin terjadi. Senada dengan itu, World Bank dalam publikasinya "Green Skills" (Oktober 2024) 18 mendefinisikan keterampilan hijau sebagai kombinasi pengetahuan, kemampuan, nilai, dan sikap yang mendukung pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Laporan ini menyoroti bahwa sistem pendidikan global saat ini umumnya belum siap untuk menumbuhkan beragam keterampilan hijau yang dibutuhkan. Rekomendasi yang diberikan meliputi penguatan sistem pendidikan formal dan pembelajaran seumur hidup, pembaruan kurikulum dan kerangka kualifikasi, perluasan kesempatan belajar, pengembangan Sistem Informasi Pasar Kerja (LMIS) yang kuat, peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan, serta memastikan terwujudnya transisi yang adil bagi semua.

Analisis terhadap berbagai strategi dan laporan dari organisasi-organisasi internasional ini menunjukkan adanya konvergensi tema yang kuat. Terdapat kesepakatan global mengenai pentingnya sistem TVET yang adaptif, relevan dengan kebutuhan pasar kerja, inklusif, serta memiliki fokus yang tajam pada pengembangan keterampilan digital dan keterampilan hijau. Arah yang jelas ini memberikan panduan bagi negara-negara anggota, termasuk Indonesia, dalam merumuskan dan menyempurnakan kebijakan pendidikan kejuruan nasional.

Dua tren utama, yaitu digitalisasi dan transisi hijau, memiliki implikasi ganda bagi TVET. Keduanya tidak hanya menciptakan permintaan akan jenis-jenis keterampilan baru yang harus diajarkan, tetapi juga secara fundamental mengubah cara TVET itu sendiri diselenggarakan. Digitalisasi mendorong adopsi model pembelajaran campuran dan pemanfaatan platform digital untuk manajemen dan penyampaian pembelajaran 22, sementara transisi hijau menuntut integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam seluruh aspek kurikulum dan praktik pembelajaran.18 Ini berarti institusi TVET seperti SMK perlu melakukan reformasi simultan terhadap bagaimana mereka mengajar dan apa yang mereka ajarkan.

Namun, upaya reskilling dan upskilling untuk menyongsong transisi hijau dan digital ini harus diiringi dengan komitmen terhadap "transisi yang adil". Sebagaimana ditekankan oleh ILO 23 dan World Bank 18, penting untuk memastikan bahwa tidak ada kelompok pekerja yang tertinggal, terutama mereka yang saat ini bekerja di industri yang berpotensi menurun atau mereka yang memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan lebih rendah. Ini memerlukan tidak hanya program pelatihan yang inklusif, tetapi juga kebijakan sosial yang komprehensif, termasuk jaring pengaman sosial dan layanan penempatan kerja, untuk memastikan bahwa manfaat dari transformasi ekonomi ini dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Berikut adalah tabel yang merangkum dan membandingkan strategi global dari berbagai organisasi internasional untuk pengembangan TVET:

Tabel 2: Perbandingan Strategi Global Organisasi Internasional untuk Pengembangan TVET (2022-2029)

OrganisasiNama Laporan/Strategi Utama & TahunVisi/Tujuan UtamaPrioritas/Fokus Area KunciRekomendasi Aksi Utama untuk Negara/Sistem TVETCuplikan Pendukung Utama
UNESCOTransforming technical and vocational education and training for successful and just transitions: UNESCO strategy 2022-2029 1Transformasi TVET untuk transisi yang sukses dan adil, mempromosikan pengembangan keterampilan untuk pemberdayaan, pekerjaan produktif dan layak, serta transisi ke ekonomi dan masyarakat yang lebih digital, hijau, dan inklusif.1. Mengembangkan keterampilan untuk semua individu (belajar, bekerja, hidup). <br> 2. Mengembangkan keterampilan untuk ekonomi inklusif dan berkelanjutan. <br> 3. Mengembangkan keterampilan untuk masyarakat inklusif dan damai.Mendukung Negara Anggota dalam merespons tantangan TVET, bekerja sama dengan mitra bilateral dan multilateral, institusi, pemerintah, sektor swasta, dan pendidik untuk menempatkan TVET sebagai agenda utama pendidikan.1
OECDTrends Shaping Education 2025 2Memberikan sumber internasional komparatif mengenai tren yang membentuk pendidikan (termasuk VET) kepada pembuat kebijakan, peneliti, pemimpin pendidikan, dll.Transformasi pasar kerja akibat teknologi dan imperatif keberlanjutan (permintaan green jobs, risiko skills mismatch). Mengatasi kesenjangan (migrasi, pendapatan, pemuda, gender, polarisasi politik).Pendidikan memainkan peran kunci dalam membina kerangka etis dan keterampilan untuk memastikan kemajuan ilmiah bermanfaat bagi kemanusiaan dan planet. Meringankan kesenjangan melalui tanggung jawab sosial dan peningkatan peluang hidup.2
ILO & WEFFuture of Jobs Report 2025 (WEF) 15; ILO Skills and Lifelong Learning Strategy 19; The Digitization of TVET and Skills Systems (ILO-UNESCO) 19; Skills for a Greener Future (ILO) 18Memahami dan merespons pergeseran pasar tenaga kerja global dan kebutuhan keterampilan masa depan akibat perkembangan teknologi, transisi hijau, serta perubahan ekonomi dan demografi.Identifikasi pekerjaan dengan pertumbuhan tertinggi dan keterampilan yang paling dibutuhkan (AI, big data, literasi teknologi, berpikir kreatif, resiliensi, lifelong learning, pengelolaan lingkungan). Mengatasi skill mismatches. Digitalisasi sistem TVET. Pengembangan green skills dan just transition.Investasi dalam pembelajaran seumur hidup (lifelong learning). Pengembangan kebijakan keterampilan dan badan keterampilan sektoral. Implementasi program reskilling dan upskilling. Mengadopsi digitalisasi dalam manajemen, penyampaian, dan asesmen TVET.15
World BankNavigating the Green Transition: Building Green Skills for a Sustainable Workforce (Oktober 2024) 18Membangun tenaga kerja yang resilien dan berkelanjutan melalui pengembangan green skills.Green skills (pengetahuan, kemampuan, nilai, sikap untuk pembangunan berkelanjutan). Mengatasi kesenjangan sistem pendidikan saat ini dalam menumbuhkan green skills. Memastikan just transition bagi pekerja terdampak.Memperkuat sistem pendidikan formal dan pembelajaran seumur hidup. Memperbarui kerangka kualifikasi nasional, kurikulum, dan sistem sertifikasi. Memperluas kesempatan belajar (misalnya, on-the-job training). Mengimplementasikan Sistem Informasi Pasar Kerja (LMIS) yang kuat. Memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan.18

B. Proyeksi Kebutuhan Keterampilan Global: Implikasi Laporan "Future of Jobs" untuk Lulusan SMK

Laporan "Future of Jobs Report 2025" dari World Economic Forum 15 memberikan pandangan krusial mengenai pergeseran lanskap pekerjaan dan kebutuhan keterampilan di tingkat global, yang memiliki implikasi langsung bagi penyiapan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Temuan utama laporan ini mengindikasikan perubahan besar dalam jenis pekerjaan yang akan tumbuh dan menurun, serta evolusi signifikan dalam set keterampilan yang paling dicari oleh pemberi kerja.

Secara spesifik, laporan tersebut menyoroti meningkatnya permintaan untuk keterampilan yang terkait dengan teknologi, seperti Kecerdasan Buatan (AI) dan analisis data besar, jaringan dan keamanan siber, serta literasi teknologi secara umum. Di samping keterampilan teknis ini, keterampilan kognitif seperti berpikir kreatif dan berpikir analitis juga akan semakin penting. Tidak kalah vital adalah keterampilan sosial-emosional, yang mencakup resiliensi, fleksibilitas, agilitas, rasa ingin tahu dan komitmen terhadap pembelajaran seumur hidup (lifelong learning), serta kemampuan kepemimpinan dan pengaruh sosial. Laporan ini juga memproyeksikan pertumbuhan pekerjaan yang signifikan di sektor-sektor yang terkait dengan transisi hijau (misalnya, energi terbarukan, pertanian berkelanjutan) dan sektor perawatan (kesehatan, layanan sosial).15

Implikasi dari proyeksi ini bagi pendidikan SMK di Indonesia sangatlah mendalam. Pertama, kurikulum SMK harus bersifat dinamis dan responsif terhadap perubahan kebutuhan keterampilan ini. Proses pembaruan kurikulum perlu dipercepat agar materi yang diajarkan tetap relevan dengan tuntutan pasar kerja terkini dan masa depan. Kedua, perlu ada penekanan yang lebih besar pada pengembangan soft skills atau keterampilan transversal, serta penanaman budaya belajar mandiri dan berkelanjutan. Lulusan SMK tidak hanya diharapkan memiliki kompetensi teknis yang kuat, tetapi juga kemampuan untuk beradaptasi, belajar hal baru, dan berkolaborasi secara efektif. Ketiga, SMK mungkin perlu mempertimbangkan untuk membuka jurusan-jurusan baru yang relevan dengan tren pekerjaan masa depan, seperti yang berkaitan dengan teknologi hijau, kecerdasan buatan, analisis data, atau layanan perawatan. Di sisi lain, jurusan-jurusan yang sudah ada juga perlu terus memperbarui konten dan metode pembelajarannya agar selaras dengan perkembangan teknologi dan industri.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi SMK dalam merespons proyeksi ini adalah kecepatan perubahan kebutuhan keterampilan di pasar kerja. Laporan WEF mengindikasikan bahwa sekitar 39% dari keterampilan kunci yang dibutuhkan akan berubah pada tahun 2030.15 Kecepatan perubahan ini seringkali jauh melampaui kemampuan sistem pendidikan formal untuk melakukan revisi kurikulum, mengembangkan materi ajar baru, dan melatih guru secara komprehensif. Proses revisi kurikulum di tingkat nasional maupun di tingkat satuan pendidikan biasanya memakan waktu yang tidak sebentar. Hal ini menciptakan risiko bahwa apa yang diajarkan di SMK hari ini mungkin sudah kurang relevan atau bahkan usang ketika siswa lulus beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme revisi kurikulum yang lebih gesit, fleksibel, dan melibatkan partisipasi aktif dari industri secara berkelanjutan untuk memastikan bahwa kurikulum SMK tetap up-to-date dan benar-benar mempersiapkan siswa untuk dunia kerja yang mereka hadapi.

Di tengah perubahan pesat dalam keterampilan teknis spesifik yang dibutuhkan untuk berbagai pekerjaan, peran keterampilan transversal atau transferable skills menjadi semakin fundamental. Keterampilan seperti berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah secara kreatif, komunikasi yang efektif, kolaborasi dalam tim, serta yang terpenting, kemampuan untuk terus belajar (learnability), menjadi fondasi yang memungkinkan individu untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan pekerjaan dan tuntutan karir di masa depan. Daftar keterampilan yang paling dibutuhkan menurut laporan WEF 15 mencakup banyak keterampilan yang bersifat transversal ini. Ini mengisyaratkan bahwa selain fokus pada penguasaan keterampilan teknis spesifik sesuai dengan program keahlian, SMK juga harus memberikan perhatian serius pada pengembangan kompetensi inti ini. Keterampilan transversal inilah yang akan membekali lulusan SMK dengan daya tahan dan kemampuan untuk menavigasi pasar kerja yang dinamis dan tidak pasti.

Dengan lanskap pekerjaan yang berubah begitu cepat, siswa SMK juga memerlukan dukungan layanan bimbingan dan konseling karir yang lebih kuat dan informatif. Laporan seperti "Future of Jobs" 15 memberikan gambaran yang jelas mengenai jenis-jenis pekerjaan yang diproyeksikan akan tumbuh dan mana yang akan menurun. Siswa SMK, yang seringkali berasal dari latar belakang sosial-ekonomi yang mungkin memiliki akses terbatas terhadap informasi karir yang komprehensif, sangat membutuhkan panduan untuk memahami tren ini dan membuat pilihan pendidikan serta karir yang tepat. Konselor karir di SMK perlu dibekali dengan informasi pasar kerja terbaru, termasuk data proyeksi kebutuhan tenaga kerja dan keterampilan, agar dapat memberikan saran yang relevan dan membantu siswa merencanakan masa depan mereka secara lebih strategis.

Tabel berikut menyajikan proyeksi keterampilan kunci masa depan berdasarkan laporan WEF dan implikasinya bagi kurikulum SMK:

Tabel 3: Proyeksi Keterampilan Kunci Masa Depan dan Implikasinya untuk Kurikulum SMK (Berdasarkan WEF Future of Jobs Report 2025)

Kategori Keterampilan (Menurut WEF)Contoh Keterampilan Spesifik yang Paling DibutuhkanTren PermintaanImplikasi Potensial untuk Kurikulum/Pembelajaran SMK di IndonesiaCuplikan Pendukung Utama
TeknologiAI dan Big Data, Jaringan dan Keamanan Siber, Literasi TeknologiMeningkat PesatIntegrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara mendalam di semua jurusan. Pengembangan program keahlian baru atau peminatan terkait AI, analisis data, dan keamanan siber. Pelatihan intensif bagi guru terkait teknologi terbaru.15
Berpikir KreatifOrisinalitas, Inisiatif, IdeasiMeningkatPenerapan metode pembelajaran yang mendorong kreativitas dan inovasi (misalnya, Project-Based Learning, Design Thinking). Penyediaan ruang dan waktu bagi siswa untuk bereksplorasi dan menghasilkan karya orisinal.15
Resiliensi, Fleksibilitas, dan AgilitasToleransi terhadap Stres, Kemampuan BeradaptasiMeningkatPembelajaran berbasis masalah dan studi kasus yang menantang. Simulasi situasi kerja yang dinamis. Pengembangan soft skills melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.15
Rasa Ingin Tahu dan Pembelajaran Seumur HidupStrategi Belajar Aktif, KeingintahuanMeningkatPenanaman budaya belajar mandiri dan berkelanjutan. Penyediaan akses terhadap sumber belajar yang beragam dan terkini. Pengembangan kurikulum yang fleksibel dan memungkinkan personalisasi pembelajaran.15
Kepemimpinan dan Pengaruh SosialKepemimpinan, Kolaborasi, Kecerdasan EmosionalMeningkatPengembangan program kepemimpinan siswa. Peningkatan porsi kerja kelompok dan proyek kolaboratif. Integrasi pendidikan karakter yang menekankan empati dan kerjasama.15
Berpikir AnalitisPemecahan Masalah Kompleks, Penalaran LogisMeningkatPenguatan pembelajaran yang berorientasi pada Higher Order Thinking Skills (HOTS). Penggunaan studi kasus nyata dari industri. Pelatihan pemecahan masalah secara sistematis.15
Pengelolaan LingkunganKesadaran Lingkungan, Keterampilan KeberlanjutanMeningkatIntegrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan keterampilan hijau (green skills) ke dalam semua program keahlian. Pengembangan program keahlian spesifik terkait teknologi hijau dan ekonomi sirkular.15

C. Adaptasi terhadap Perubahan: Digitalisasi Sistem TVET dan Pengembangan Keterampilan Hijau

Dua kekuatan transformatif utama yang membentuk masa depan pendidikan kejuruan secara global adalah digitalisasi dan transisi menuju ekonomi hijau. Adaptasi sistem TVET terhadap kedua perubahan ini menjadi sebuah keniscayaan untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya.

Digitalisasi Sistem TVET merujuk pada pemanfaatan teknologi digital secara komprehensif dalam berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan. Laporan bersama ILO-UNESCO 19 dan manual praktis ILO tahun 2025 22 memberikan panduan mendalam mengenai hal ini. Digitalisasi tidak hanya mencakup penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran (e-learning, blended learning), tetapi juga dalam manajemen data siswa dan program, pelaksanaan asesmen (e-assessment, ujian online terawasi atau proctored exams), hingga penerbitan sertifikat kompetensi digital yang aman dan terverifikasi. Manual ILO 22 menyajikan enam langkah praktis bagi institusi TVET untuk melakukan transisi menuju model pembelajaran campuran yang relevan dengan konteks, mulai dari pemahaman konteks digital, prioritisasi program, pengembangan skenario dan konten pembelajaran, implementasi asesmen, hingga pembentukan siklus umpan balik untuk perbaikan berkelanjutan. Berbagai studi kasus dari negara-negara seperti Uni Eropa (penggunaan alat SELFIE untuk asesmen kesiapan digital), Republik Dominika (program Teknisi Keamanan Siber dengan pembelajaran asinkron), Ukraina (penggunaan VR untuk pelatihan rekonstruksi dan pelatihan guru untuk blended learning), Bangladesh (pelatihan e-learning untuk manajemen TVET), India (implementasi ujian online terawasi), dan wilayah Basque di Spanyol (model evaluasi 360 derajat ETHAZI) memberikan contoh konkret bagaimana digitalisasi dapat diimplementasikan dalam berbagai konteks.22

Sementara itu, Pengembangan Keterampilan Hijau (Green Skills) menjadi agenda penting seiring dengan meningkatnya kesadaran global akan isu perubahan iklim dan kebutuhan akan pembangunan berkelanjutan. Laporan dari ILO 18 dan World Bank 18 menekankan bahwa transisi menuju ekonomi rendah karbon dan efisien sumber daya akan menciptakan permintaan besar akan keterampilan baru. Keterampilan hijau ini tidak terbatas pada sektor-sektor yang secara eksplisit terkait lingkungan seperti energi terbarukan atau pengelolaan limbah, tetapi mencakup berbagai pengetahuan, kemampuan, nilai, dan sikap yang dibutuhkan di semua sektor industri untuk mendukung praktik-praktik yang berkelanjutan. Hal ini menuntut adanya integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan dan kompetensi hijau ke dalam kurikulum tradisional di semua program keahlian SMK. Contoh pengembangan keterampilan hijau meliputi pelatihan bagi teknisi instalasi dan perawatan panel surya, pengembangan keahlian bagi spesialis pertanian organik dan berkelanjutan, serta pembekalan bagi manajer proyek dengan kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek yang ramah lingkungan dan efisien sumber daya.

Upaya digitalisasi sistem TVET, meskipun menawarkan banyak potensi, harus diiringi dengan perhatian serius terhadap isu akses dan kesenjangan digital. Implementasi teknologi canggih atau model pembelajaran yang sepenuhnya daring berisiko memperlebar jurang antara siswa dan guru yang memiliki akses memadai terhadap teknologi dan literasi digital dengan mereka yang tidak. Di negara berkembang seperti Indonesia, di mana disparitas akses internet, kepemilikan perangkat, dan tingkat literasi digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan atau antar kelompok sosial-ekonomi masih signifikan, strategi digitalisasi harus dirancang secara inklusif dan disertai dengan upaya mitigasi untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.

Demikian pula, pengembangan keterampilan hijau memerlukan perubahan mindset yang fundamental. Sebagaimana ditekankan oleh World Bank, keterampilan hijau akan dibutuhkan di semua sektor dan di semua tingkatan tenaga kerja.18 Ini berarti bahwa prinsip-prinsip keberlanjutan, efisiensi energi, pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, dan kesadaran lingkungan perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum semua program keahlian di SMK, tidak hanya pada jurusan-jurusan yang secara eksplisit berlabel "hijau". Seorang calon mekanik otomotif, misalnya, perlu memahami teknologi kendaraan listrik dan praktik perbaikan yang ramah lingkungan, sama halnya seperti seorang teknisi panel surya yang membutuhkan keterampilan spesifik di bidang energi terbarukan. Ini menuntut pemikiran ulang yang komprehensif terhadap konten pembelajaran di semua jurusan SMK.

Peran kemitraan dengan industri menjadi semakin vital dalam konteks pengembangan keterampilan digital dan hijau. Industri seringkali menjadi pihak yang pertama kali mengadopsi teknologi baru dan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan karena tuntutan pasar dan regulasi. Oleh karena itu, kolaborasi yang erat antara SMK dan industri sangat penting untuk memastikan bahwa kurikulum dan program pelatihan yang ditawarkan tetap relevan dengan perkembangan terkini. Keterlibatan industri dalam merancang kurikulum, menyediakan pelatihan bagi guru mengenai teknologi dan praktik hijau terbaru, atau menawarkan program magang yang fokus pada bidang-bidang ini akan sangat membantu SMK dalam menghasilkan lulusan dengan keterampilan yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar kerja yang sedang bertransformasi menuju digitalisasi dan keberlanjutan.

D. Pembelajaran Lintas Negara: Studi Kasus Inovasi dan Kebijakan TVET

Mempelajari pengalaman negara lain dalam mengembangkan sistem pendidikan kejuruan mereka dapat memberikan wawasan berharga dan inspirasi bagi Indonesia. Berbagai penelitian dan laporan internasional menyajikan studi kasus mengenai inovasi kebijakan dan praktik TVET dari berbagai belahan dunia.

Di Denmark, salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana membuat pendidikan dan pelatihan kejuruan (VET) lebih menarik bagi kaum muda, sebuah masalah yang digambarkan sebagai "masalah pelik" (wicked problem).7 Meskipun berbagai reformasi kebijakan telah dilakukan selama bertahun-tahun, upaya untuk mencapai paritas penghargaan (parity of esteem) antara jalur VET dan jalur pendidikan umum masih menghadapi kendala. Beberapa dilema yang muncul meliputi kesulitan dalam mencapai sinergi yang efektif antara pembelajaran berbasis sekolah dan pembelajaran berbasis perusahaan dalam sistem ganda, serta kurangnya ketersediaan tempat magang yang memadai. Salah satu kritik yang muncul adalah bahwa peran perusahaan dalam turut serta membuat VET lebih menarik seringkali terabaikan dalam berbagai inisiatif reformasi.47

Dari Chile, kita dapat belajar mengenai implementasi project-based learning (PBL) di Sekolah Menengah Kejuruan. Penelitian menyoroti pentingnya peran kolaborasi dan agensi kolektif (kemampuan untuk bertindak secara bersama-sama) dalam keberhasilan implementasi PBL.7 PBL diidentifikasi sebagai bentuk pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, yang ditandai dengan otonomi siswa, investigasi konstruktif terhadap masalah dunia nyata, penetapan tujuan yang jelas, serta praktik kolaborasi, komunikasi, dan refleksi dalam konteks praktik kerja yang otentik.48

Uganda memberikan contoh mengenai upaya peningkatan keterlibatan industri dalam proses asesmen pembelajaran di tempat kerja (workplace learning).8 Sistem TVET di Uganda menerapkan model pelatihan ganda dan sistem asesmen tripartit yang melibatkan industri, institusi pendidikan, dan siswa itu sendiri. Meskipun demikian, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain kurangnya dukungan finansial bagi siswa magang, kesulitan dalam mendapatkan penempatan magang yang sesuai, sikap industri yang terkadang kurang mendukung, serta keterbatasan akses terhadap peralatan dan bahan praktik di tempat kerja.50

Sementara itu, penelitian di Nigeria mengeksplorasi berbagai tantangan dan strategi terkait integrasi teknologi dalam ruang kerja dan lingkungan pendidikan kejuruan di universitas-universitas pendidikan.8 Temuan utama menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam pemanfaatan teknologi, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keterbatasan pendanaan, kurangnya peralatan modern, minimnya jumlah guru yang kompeten secara profesional dalam bidang teknologi, kurangnya pelatihan reguler bagi para pengajar, serta penggunaan metodologi pengajaran yang belum optimal.51

Manual ILO mengenai digitalisasi dan blended learning 22 juga menyajikan serangkaian studi kasus menarik dari berbagai negara yang mengimplementasikan inovasi teknologi dalam TVET. Di Uni Eropa, alat SELFIE digunakan oleh pusat-pusat pelatihan untuk melakukan asesmen mandiri terhadap kesiapan mereka dalam pembelajaran di era digital. INFOTEP, sebuah institut TVET nasional di Republik Dominika, berhasil memperkenalkan program pelatihan Teknisi Keamanan Siber dengan model pembelajaran asinkron dan pendekatan studi kasus untuk mengembangkan keterampilan TIK dan keterampilan kerja inti. Di Ukraina, sebagai respons terhadap kebutuhan rekonstruksi pasca-konflik, ILO berkolaborasi dengan institusi TVET untuk memprioritaskan sepuluh okupasi kunci, dengan penekanan pada pekerjaan hijau (seperti instalasi insulasi, atap, dan panel surya), dan mendukungnya dengan modul Virtual Reality (VR) serta pelatihan bagi guru untuk mengembangkan modul pembelajaran campuran. Dewan pendidikan teknis Bangladesh merancang program pelatihan berbasis kompetensi bagi manajer dan kepala sekolah TVET untuk memfasilitasi e-learning menggunakan platform ILO eCampus. Di India, Sarala Birla University mengimplementasikan ujian online yang diawasi secara ketat (proctored online exams) untuk ribuan mahasiswa menggunakan perangkat lunak canggih yang memonitor aktivitas peserta ujian. Terakhir, sistem TVET di Wilayah Basque, Spanyol, menerapkan model evaluasi 360 derajat yang disebut ETHAZI Learning Model, yang berfokus pada umpan balik dan asesmen berkelanjutan yang melibatkan penilaian diri, penilaian sejawat, dan evaluasi akhir oleh tim pengajar bersama dengan agen eksternal.

Pengalaman dari berbagai negara ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi dalam sistem TVET, seperti peningkatan daya tarik, relevansi dengan kebutuhan industri, dan penjaminan kualitas, bersifat kompleks dan tidak ada solusi tunggal yang dapat diterapkan secara universal. Konteks sosial, ekonomi, dan budaya lokal sangat memengaruhi keberhasilan suatu kebijakan atau inovasi. Studi kasus dari Denmark 47, di mana peran perusahaan dalam meningkatkan daya tarik VET sering terabaikan, dan pengalaman Uganda 50, di mana keterlibatan industri dalam asesmen ditekankan meskipun menghadapi berbagai kendala, secara bersama-sama menggarisbawahi betapa krusialnya peran industri yang substantif dan bermakna, yang melampaui sekadar formalitas penandatanganan perjanjian kerjasama. Kemitraan industri yang efektif dan mendalam adalah kunci keberhasilan TVET. Lebih lanjut, inovasi pedagogis seperti project-based learning di Chile 48 dan berbagai pendekatan pembelajaran digital atau campuran yang disorot dalam studi kasus ILO 22 menunjukkan bahwa perubahan dalam cara mengajar dan belajar menjadi sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan siswa, mengembangkan keterampilan abad ke-21, dan memastikan relevansi pembelajaran dengan tuntutan dunia kerja modern.

V. Analisis Komparatif dan Sintesis Temuan Nasional-Internasional

Dengan membandingkan lanskap pendidikan SMK di Indonesia dengan tren dan praktik terbaik yang berkembang di kancah internasional, kita dapat mengidentifikasi area-area di mana Indonesia telah menunjukkan keselarasan, sekaligus area yang masih memerlukan perhatian dan pengembangan lebih lanjut.

Kesesuaian Program Nasional dengan Agenda Global:

Program-program prioritas nasional seperti SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) 12 dan agenda Revitalisasi SMK melalui Perpres 68/2022 14 menunjukkan keselarasan yang cukup baik dengan dorongan global untuk meningkatkan relevansi TVET dengan kebutuhan industri. Fokus pada penguatan kemitraan dengan DUDIKA, sinkronisasi kurikulum berdasarkan kebutuhan industri, dan pengembangan teaching factory 21 mencerminkan praktik-praktik yang juga didorong oleh organisasi internasional seperti UNESCO 1, OECD 45, dan ILO.19 Upaya-upaya digitalisasi yang mulai terlihat di Indonesia, misalnya melalui penggunaan Learning Management Systems (LMS) di beberapa SMK 38 atau rencana strategis institusi pendidikan tinggi vokasi untuk mengadopsi teknologi digital 34, juga sejalan dengan tren global menuju digitalisasi sistem TVET secara menyeluruh.22

Kesenjangan yang Teridentifikasi:

Meskipun terdapat keselarasan, beberapa kesenjangan antara praktik di Indonesia dan agenda global juga teridentifikasi. Pertama, implementasi keterampilan hijau (green skills). Walaupun kesadaran global akan pentingnya keterampilan ini sangat kuat, sebagaimana tecermin dalam laporan World Bank 18 dan ILO 18, integrasi keterampilan hijau ke dalam kurikulum SMK di Indonesia belum tampak menonjol dalam cuplikan-cuplikan riset nasional yang tersedia. Ini merupakan area potensial yang sangat penting untuk pengembangan ke depan, mengingat komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan.

Kedua, kesiapan guru dan infrastruktur untuk digitalisasi. Tantangan terkait kesiapan guru dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran 10 dan keterbatasan infrastruktur pendukung 9 di Indonesia tampaknya lebih akut dibandingkan dengan beberapa negara maju yang sering menjadi contoh dalam laporan-laporan internasional. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi adopsi teknologi digital di SMK Indonesia memerlukan perencanaan dan adaptasi yang lebih cermat, dengan mempertimbangkan variasi kapasitas antar sekolah dan daerah.

Ketiga, daya tarik pendidikan kejuruan. Masalah rendahnya daya tarik VET, seperti yang dialami oleh Denmark 47, juga sangat relevan dengan konteks Indonesia, di mana SMK terkadang masih dianggap sebagai pilihan kedua setelah pendidikan umum. Strategi komprehensif untuk meningkatkan citra, kualitas, dan prospek lulusan SMK perlu terus diperkuat agar dapat menarik minat siswa-siswa berpotensi tinggi.

Keempat, kualitas kemitraan dengan industri. Meskipun penekanan pada kemitraan industri sangat kuat dalam kebijakan nasional, tantangan untuk mewujudkan kemitraan yang benar-benar mendalam, substantif, dan berkelanjutan – bukan sekadar formalitas administratif – masih tetap ada di Indonesia. Hal ini memiliki kemiripan dengan dilema yang dihadapi di Denmark terkait optimalisasi peran perusahaan dalam mendukung VET.47

Potensi Adopsi Strategi Internasional yang Relevan untuk Indonesia:

Berbagai strategi dan praktik terbaik dari kancah internasional memiliki potensi untuk diadopsi dan diadaptasi guna memperkuat sistem pendidikan SMK di Indonesia. Model asesmen kesiapan digital seperti alat SELFIE yang digunakan di Uni Eropa 22 dapat diadaptasi untuk melakukan pemetaan komprehensif terhadap kesiapan digital SMK di seluruh Indonesia secara sistematis, yang hasilnya dapat menjadi dasar untuk intervensi yang lebih terarah. Pendekatan pembelajaran campuran (blended learning) yang terstruktur, seperti yang diuraikan dalam enam langkah praktis oleh ILO 22, dapat menjadi panduan berharga bagi SMK dalam merancang dan mengimplementasikan model pembelajaran campuran yang efektif dan sesuai dengan konteks lokal.

Dalam hal pengembangan keterampilan hijau, Indonesia dapat mengadopsi rekomendasi dari World Bank 18 untuk melakukan pembaruan kurikulum dan kerangka kualifikasi nasional dengan mengintegrasikan kompetensi hijau secara eksplisit ke dalam semua program keahlian SMK. Penguatan implementasi Project-Based Learning (PBL) yang otentik dan kolaboratif, dengan belajar dari pengalaman sukses di negara seperti Chile 48, juga sangat relevan dan sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang mendorong pembelajaran aktif dan berpusat pada siswa. Terakhir, pengembangan mekanisme umpan balik dan evaluasi program yang berkelanjutan, seperti model evaluasi 360 derajat yang diterapkan di Wilayah Basque, Spanyol 22, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dapat diadopsi untuk mendorong siklus perbaikan kualitas yang berkelanjutan dalam sistem TVET nasional.

Penting untuk ditekankan bahwa adopsi strategi internasional harus dilakukan dengan kearifan, yaitu melalui proses adaptasi, bukan adopsi mentah-mentah. Setiap strategi atau praktik terbaik dari luar negeri perlu dikaji secara cermat dan disesuaikan dengan konteks sosial-kultural, kondisi ekonomi, serta kapasitas sistem pendidikan di Indonesia. Apa yang berhasil di satu negara belum tentu akan memberikan hasil yang sama di negara lain tanpa adanya penyesuaian yang tepat. Sebagai contoh, implementasi teknologi pembelajaran canggih seperti Virtual Reality (VR), sebagaimana dilaporkan dalam studi kasus di Ukraina 22, mungkin akan menghadapi kendala biaya dan ketersediaan infrastruktur yang lebih besar di banyak SMK di Indonesia. Oleh karena itu, fokus awal mungkin dapat diarahkan pada pemanfaatan teknologi yang lebih terjangkau dan mudah diakses, sambil secara bertahap membangun kapasitas untuk adopsi teknologi yang lebih kompleks.

Untuk dapat melakukan analisis komparatif yang valid dan mengukur dampak dari adopsi strategi-strategi internasional ini, Indonesia memerlukan data dan sistem informasi manajemen pendidikan (SIMDIK) yang kuat, akurat, dan terkini. Ini mencakup kebutuhan akan pelaksanaan tracer studies lulusan SMK yang lebih luas, mendalam, dan periodik, serta pengumpulan data lain yang relevan dengan kualitas dan relevansi pendidikan. Tanpa data yang solid, sulit untuk mengetahui apakah suatu intervensi atau kebijakan baru berhasil mencapai tujuannya. Data ini akan menjadi dasar penting untuk pengambilan keputusan berbasis bukti dan perbaikan berkelanjutan.

Pembelajaran dari konteks nasional, seperti penekanan pada pentingnya kemitraan dengan DUDIKA dalam program SMK PK 12, dan dari konteks internasional, seperti penekanan pada koordinasi antar pemangku kepentingan dalam strategi UNESCO, ILO, dan World Bank, secara bersama-sama menegaskan bahwa penguatan pendidikan SMK bukanlah tanggung jawab tunggal Kemdikbudristek. Upaya ini memerlukan kolaborasi lintas sektor dan sinergi yang erat antara kementerian/lembaga terkait lainnya, pemerintah daerah, dunia usaha dan dunia industri, organisasi profesi, serta masyarakat luas. Revitalisasi SMK, sebagaimana diamanatkan dalam Perpres 68/2022 14, secara eksplisit melibatkan berbagai kementerian. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan transformasi pendidikan SMK di Indonesia akan sangat bergantung pada komitmen bersama dan upaya terkoordinasi dari semua pihak yang terlibat.

VI. Rekomendasi Strategis untuk Penguatan Ekosistem Pendidikan SMK Indonesia

Berdasarkan sintesis komprehensif dari temuan-temuan riset nasional dan internasional, serta analisis terhadap berbagai tantangan dan peluang yang ada, dirumuskan serangkaian rekomendasi strategis yang bertujuan untuk memperkuat ekosistem pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia. Rekomendasi ini mencakup aspek kebijakan dan tata kelola, kurikulum dan penilaian, pengembangan guru dan tenaga kependidikan, kemitraan industri, serta infrastruktur dan pemanfaatan teknologi.

Tabel 4: Matriks Rekomendasi Strategis untuk Penguatan Ekosistem Pendidikan SMK di Indonesia

Area FokusRekomendasi SpesifikPotensi Aktor/Pihak Terkait UtamaIndikator Keberhasilan Jangka Pendek & PanjangRujukan Cuplikan Kunci
Kebijakan dan Tata Kelola1. Memperkuat implementasi Perpres 68/2022 dengan peta jalan yang lebih operasional, terukur, dan terdiferensiasi di tingkat daerah dan sekolah, memastikan fokus pada perubahan substansial. <br> 2. Meningkatkan efektivitas koordinasi antar kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dan KADIN/BNSP dalam mendukung revitalisasi SMK. <br> 3. Mengembangkan dan mengimplementasikan mekanisme penjaminan mutu eksternal dan internal yang komprehensif, transparan, dan akuntabel untuk program dan lulusan SMK.Kemdikbudristek, Kementerian Koordinator terkait, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota), Bappenas, KADIN, BNSP, Lembaga Akreditasi.Pendek: Tersusunnya panduan implementasi Perpres 68/2022 yang detail dan disosialisasikan. Terbentuknya forum koordinasi reguler. <br> Panjang: Peningkatan skor PISA/asesmen kompetensi siswa SMK. Peningkatan peringkat daya saing SDM vokasi Indonesia. Berkurangnya tumpang tindih program.13
Kurikulum dan Penilaian1. Mempercepat adaptasi dan pembaruan kurikulum SMK secara berkala untuk mengintegrasikan keterampilan digital, keterampilan hijau (green skills), dan keterampilan transversal (future-proof skills) sesuai proyeksi kebutuhan global dan nasional. <br> 2. Menyediakan dukungan teknis, sumber belajar berkualitas, dan platform kolaborasi yang intensif dan merata bagi guru dalam merancang dan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara efektif. <br> 3. Mengembangkan dan mempromosikan model-model penilaian yang lebih otentik, beragam (misalnya, berbasis proyek, portofolio, simulasi), dan melibatkan industri secara aktif dalam proses asesmen kompetensi siswa.Kemdikbudristek (Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Ditjen Vokasi), Dinas Pendidikan, Pengawas Sekolah, MGMP, Sekolah, Industri, Perguruan Tinggi.Pendek: Tersedianya panduan kurikulum yang terintegrasi keterampilan baru. Meningkatnya jumlah guru yang percaya diri mengimplementasikan KM. <br> Panjang: Peningkatan relevansi kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri. Peningkatan hasil belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik).10
Pengembangan Guru dan Tenaga Kependidikan1. Mereformasi sistem Pendidikan Profesi Guru (PPG) SMK agar lebih relevan dengan kebutuhan industri, praktis, dan fokus pada pengembangan kompetensi pedagogis, teknis (sesuai perkembangan teknologi industri), digital, dan hijau. <br> 2. Menyediakan program pengembangan profesional berkelanjutan (CPD) yang berkualitas tinggi, mudah diakses, berdampak, dan terdiferensiasi bagi semua guru dan kepala sekolah SMK, termasuk pelatihan penggunaan teknologi, metodologi pembelajaran inovatif (PBL, TEFA), dan kepemimpinan instruksional. <br> 3. Meningkatkan skema rekognisi, apresiasi, dan kesejahteraan guru SMK untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik dalam profesi.Kemdikbudristek (Ditjen GTK, Ditjen Vokasi), LPTK, Organisasi Profesi Guru (PGRI, FSGI, dll.), Sekolah, Industri.Pendek: Peningkatan jumlah guru SMK bersertifikat kompetensi industri. Meningkatnya partisipasi guru dalam CPD berkualitas. <br> Panjang: Peningkatan kualitas pengajaran di kelas. Peningkatan kepuasan kerja guru. Menurunnya turnover guru berkualitas.9
Kemitraan Industri1. Mendorong dan memfasilitasi kemitraan industri yang lebih mendalam, strategis, dan berkelanjutan (melampaui MoU formal), dengan skema insentif yang jelas bagi industri untuk berpartisipasi aktif dalam perancangan kurikulum, penyediaan guru tamu/praktisi mengajar, program magang berkualitas, sertifikasi kompetensi, dan investasi sarana prasarana. <br> 2. Memperluas dan meningkatkan kualitas implementasi Teaching Factory (TEFA) sebagai model unggulan pembelajaran berbasis produksi/jasa dan pengembangan kewirausahaan siswa di lebih banyak SMK.Kemdikbudristek, Kemenperin, Kemenaker, KADIN, Asosiasi Industri, Sekolah, Pemerintah Daerah.Pendek: Peningkatan jumlah dan kualitas MoU yang aktif dan berdampak. Peningkatan jumlah SMK dengan TEFA yang berfungsi baik. <br> Panjang: Peningkatan signifikan dalam kesesuaian lulusan dengan kebutuhan industri. Peningkatan jumlah wirausahawan muda dari lulusan SMK.12
Infrastruktur dan Pemanfaatan Teknologi1. Memastikan ketersediaan dan pemerataan akses terhadap infrastruktur teknologi (perangkat keras, perangkat lunak, konektivitas internet berkecepatan tinggi) yang memadai di seluruh SMK, terutama di daerah 3T. <br> 2. Mendorong dan memfasilitasi pemanfaatan platform digital pembelajaran, sumber belajar terbuka (Open Educational Resources - OERs), dan Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS) secara efektif untuk mendukung pembelajaran, manajemen sekolah, dan pengambilan keputusan berbasis data. <br> 3. Mengembangkan dan menerapkan standar kesiapan digital untuk SMK dan memberikan dukungan teknis bagi sekolah untuk mencapainya.Kemdikbudristek, Kominfo, Pemerintah Daerah, Penyedia Layanan Internet, Sekolah.Pendek: Peningkatan rasio perangkat per siswa. Peningkatan persentase SMK dengan akses internet memadai. <br> Panjang: Pembelajaran yang lebih personal, fleksibel, dan menarik. Peningkatan efisiensi manajemen sekolah. Pengambilan kebijakan sekolah berbasis data.9

Implementasi rekomendasi-rekomendasi ini memerlukan pendekatan yang bersifat sistemik dan berkelanjutan. Perbaikan yang bersifat parsial atau proyek jangka pendek tidak akan cukup untuk mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi pendidikan SMK. Banyak dari tantangan yang diidentifikasi, seperti kualitas guru, ketersediaan infrastruktur, dan relevansi kurikulum, bersifat kronis dan saling terkait. Oleh karena itu, intervensi yang hanya menyentuh satu aspek tanpa memperhatikan keterkaitannya dengan aspek lain kemungkinan besar tidak akan memberikan dampak yang optimal. Sebagai contoh, melatih guru untuk menggunakan teknologi pembelajaran terbaru tidak akan banyak berguna jika sekolah tidak memiliki perangkat keras yang memadai atau akses internet yang stabil.

Setiap rekomendasi yang diimplementasikan harus disertai dengan mekanisme monitoring dan evaluasi yang kuat dan berbasis data. Penggunaan data yang valid dari tracer studies lulusan, survei kepuasan industri, asesmen hasil belajar siswa, dan evaluasi program secara berkala sangat penting untuk mengukur kemajuan, mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan, dan melakukan penyesuaian strategi secara dinamis. Tanpa adanya umpan balik berbasis bukti, sulit untuk mengetahui apakah suatu kebijakan atau program telah berhasil mencapai tujuannya dan memberikan dampak yang diharapkan.

Mengingat keragaman kondisi dan kapasitas SMK di seluruh Indonesia, pendekatan "satu ukuran untuk semua" (one-size-fits-all) kemungkinan besar tidak akan efektif. Perlu ada diferensiasi strategi dan alokasi dukungan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dan kapasitas masing-masing sekolah atau daerah. SMK yang berlokasi di pusat industri di kota besar mungkin memiliki kebutuhan dan tantangan yang berbeda dibandingkan dengan SMK yang berada di daerah terpencil dengan akses terbatas terhadap industri. Program dukungan dan intervensi dari pemerintah pusat maupun daerah harus dirancang secara fleksibel agar dapat diadaptasi dan diimplementasikan secara efektif dalam berbagai konteks lokal tersebut.

VII. Kesimpulan: Prospek dan Arah Pengembangan Pendidikan SMK Masa Depan

Analisis terhadap hasil penelitian terbaru di bidang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik dalam konteks nasional Indonesia maupun internasional, selama periode 2022-2025, menunjukkan adanya dinamika yang kompleks serta upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas, relevansi, dan daya saing lulusan. Di Indonesia, program prioritas seperti SMK Pusat Keunggulan dan Revitalisasi SMK melalui Perpres Nomor 68 Tahun 2022 menjadi motor penggerak utama reformasi, dengan fokus pada penguatan kemitraan industri, sinkronisasi kurikulum, peningkatan kualitas guru, dan implementasi Kurikulum Merdeka. Meskipun berbagai kemajuan telah dicapai, tantangan signifikan masih dihadapi, terutama terkait pemerataan kualitas, kesiapan SDM guru, implementasi kurikulum di tingkat sekolah, serta optimalisasi kemitraan dengan dunia kerja.

Di kancah internasional, organisasi seperti UNESCO, OECD, dan ILO secara konsisten mendorong transformasi TVET agar lebih adaptif terhadap perubahan global, khususnya digitalisasi dan transisi hijau. Proyeksi kebutuhan keterampilan masa depan, sebagaimana dilaporkan oleh World Economic Forum, menekankan pentingnya penguasaan keterampilan digital, kognitif tingkat tinggi, sosial-emosional, dan green skills. Studi kasus dari berbagai negara menawarkan pelajaran berharga mengenai inovasi kebijakan, tantangan implementasi, dan praktik terbaik dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan.

Sintesis dari temuan nasional dan internasional menegaskan kembali urgensi bagi pendidikan SMK untuk terus beradaptasi, berinovasi, dan meningkatkan relevansinya dengan tuntutan zaman. Prospek pendidikan SMK di masa depan akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya memiliki kompetensi teknis yang kuat sesuai bidangnya, tetapi juga dibekali dengan keterampilan transversal, kemampuan belajar seumur hidup, serta karakter yang tangguh dan adaptif. Visi untuk SMK Indonesia adalah menjadi institusi pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia berdaya saing tinggi, yang siap berkontribusi di pasar kerja global maupun nasional, serta turut aktif dalam mendorong pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.

Lebih dari sekadar penyedia tenaga kerja siap pakai, SMK yang unggul memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan ekonomi dan sosial di lingkungannya. Sebagaimana diisyaratkan dalam beberapa kajian 53, SMK dapat berperan sebagai motor penggerak ekonomi lokal melalui pengembangan unit produksi, inkubasi wirausaha muda, dan kolaborasi dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitarnya. Dalam kapasitas ini, SMK tidak hanya mencetak pencari kerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja, serta menjadi agen mobilitas sosial bagi para lulusannya dan masyarakat.

Untuk mewujudkan visi dan prospek tersebut, penekanan pada budaya riset dan inovasi yang berkelanjutan di tingkat satuan pendidikan menjadi krusial. SMK tidak seharusnya hanya menjadi objek atau konsumen kebijakan dari pusat, tetapi juga perlu didorong dan difasilitasi untuk menjadi produsen inovasi dan praktik-praktik baik melalui kegiatan seperti penelitian tindakan kelas oleh para guru, pengembangan model pembelajaran kontekstual, atau kemitraan riset terapan dengan perguruan tinggi dan industri. Dengan menumbuhkan budaya refleksi, evaluasi diri, dan inovasi yang tertanam kuat di setiap lini sekolah, akan tercipta siklus perbaikan kualitas yang berkelanjutan dari dalam.

Pada akhirnya, keberhasilan transformasi pendidikan SMK di Indonesia akan sangat ditentukan oleh kolaborasi sinergis dan komitmen berkelanjutan dari semua pemangku kepentingan – pemerintah pusat dan daerah, manajemen sekolah dan guru, dunia usaha dan industri, organisasi profesi, serta masyarakat luas. Hanya melalui upaya bersama yang terkoordinasi dan berbasis bukti, pendidikan SMK dapat benar-benar memenuhi mandatnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan daya saing Indonesia di panggung dunia.

Karya yang dikutip

  1. Transforming technical and vocational education and training for ..., diakses Mei 24, 2025, https://www.unesco.org/en/articles/transforming-technical-and-vocational-education-and-training-successful-and-just-transitions-unesco

  2. Trends Shaping Education 2025 - OECD, diakses Mei 24, 2025, https://www.oecd.org/en/publications/trends-shaping-education-2025_ee6587fd-en.html

  3. JURNAL ILMIAH SOCIETY - E-Journal UNSRAT, diakses Mei 24, 2025, https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnalilmiahsociety/article/download/37564/34557

  4. jurnal.uns.ac.id, diakses Mei 24, 2025, https://jurnal.uns.ac.id/jptk/article/download/90604/47987

  5. JTPVI: Jurnal Teknologi dan Pendidikan Vokasi Indonesia, diakses Mei 24, 2025, https://jtpvi.ppj.unp.ac.id/

  6. Portal Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, diakses Mei 24, 2025, https://ejournal.upi.edu/

  7. Journal of Vocational Education & Training, Volume 74, Issue 1 (2022), diakses Mei 24, 2025, https://www.tandfonline.com/toc/rjve20/74/1

  8. Journal Home:: International Journal of Vocational Education and ..., diakses Mei 24, 2025, https://www.sciencepublishinggroup.com/journal/372/home

  9. Analisis Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia Saat Ini : Suatu Kajian Literatur - Jurnal, diakses Mei 24, 2025, https://ejurnal.stie-trianandra.ac.id/index.php/JUBPI/article/download/3838/3028/13841

  10. PROBLEMATIKA DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA DI SMK NEGERI 1 SUNGAI LIMAU - JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT, diakses Mei 24, 2025, https://journal.ipts.ac.id/index.php/MathEdu/article/download/5710/3211/

  11. Analisis Implementasi Kurikulum Merdeka di SMKN 4 Sijunjung - Jurnal UMSB, diakses Mei 24, 2025, https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/ummatanwasathan/article/download/4887/3473

  12. SMK Pusat Keunggulan Tingkatkan Relevansi ... - Kemendikbud, diakses Mei 24, 2025, https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2024/03/smk-pusat-keunggulan-tingkatkan-relevansi-pendidikan-dengan-dunia-industri

  13. Optimalisasi Link and Match Melalui Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi - Journal UPY, diakses Mei 24, 2025, https://journal.upy.ac.id/index.php/pkn/article/download/3829/pdf

  14. PERPRES No. 68 Tahun 2022 - Peraturan BPK, diakses Mei 24, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Details/207855/perpres-no-68-tahun-2022

  15. Future of Jobs Report 2025: The jobs of the future – and the skills ..., diakses Mei 24, 2025, https://www.weforum.org/stories/2025/01/future-of-jobs-report-2025-jobs-of-the-future-and-the-skills-you-need-to-get-them/

  16. (PDF) Analisis Kompetensi Guru Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 - ResearchGate, diakses Mei 24, 2025, https://www.researchgate.net/publication/365602436_Analisis_Kompetensi_Guru_Menghadapi_Era_Revolusi_Industri_40

  17. Kurikulum Merdeka planning in schools: Case study at SMA N 1 Kalidawir - Jurnal UPI, diakses Mei 24, 2025, https://ejournal.upi.edu/index.php/JIK/article/download/66012/pdf_id

  18. documents1.worldbank.org, diakses Mei 24, 2025, https://documents1.worldbank.org/curated/en/099806510302420882/pdf/IDU1dd1b94bd1941a1404f19846124448ec285df.pdf

  19. Skill development | ILO Business case, diakses Mei 24, 2025, https://webapps.ilo.org/business-case/cases/skill-development/

  20. PELAKSANAAN PROGRAM SMK PUSAT KEUNGGULAN MELALUI MITRA DUNIA KERJA DI SMKS 6 PERTIWI CURUP TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Sya, diakses Mei 24, 2025, http://e-theses.iaincurup.ac.id/4884/1/PELAKSANAAN%20PROGRAM%20SMK%20PUSAT%20KEUNGGULAN%20MELALUI%20MITRA%20DUNIA%20KERJA%20DI%20SMKS%206%20PERTIWI%20CURUP.pdf

  21. Evaluation of Implementation of Teaching Factory Programs in State Vocational School, South Jakarta - International Journal of Education and Research, diakses Mei 24, 2025, http://ijern.com/journal/2020/January-2020/13.pdf

  22. Digitalisation and blending of training programmes, diakses Mei 24, 2025, https://www.ilo.org/sites/default/files/2025-03/Digitalization-manual_05.pdf

  23. skills for a greener future - ILO Research Repository, diakses Mei 24, 2025, https://researchrepository.ilo.org/view/pdfCoverPage?instCode=41ILO_INST&filePid=13100852590002676&download=true

  24. Analisis Kebijakan Program Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan (SMK PK) di Indonesia dengan CIPP - Jurnal, diakses Mei 24, 2025, https://ejurnal.stie-trianandra.ac.id/index.php/jubima/article/download/2618/2042/8899

  25. Format Laporan - 100% - Laporan Direktorat SMK | PDF | Seni - Scribd, diakses Mei 24, 2025, https://id.scribd.com/document/695208226/Format-Laporan-100-Laporan-Direktorat-SMK

  26. Penetapan Sekolah Pelaksana Program SMK Pusat Keunggulan Tahun 2022 Tahap 2, diakses Mei 24, 2025, https://mastiokdr.com/penetapan-sekolah-pelaksana-program-smk-pusat-keunggulan-tahun-2022-tahap-2

  27. Revitalisasi SMK Untuk Produktivitas dan Daya Saing Bangsa - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia, diakses Mei 24, 2025, https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/05/revitalisasi-smk-untuk-produktivitas-dan-daya-saing-bangsa

  28. kementerian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi politeknik negeri nunukan - PNN, diakses Mei 24, 2025, https://pnn.ac.id/media/2023/09/01-Renstra_Perubahan_2022_compressed.pdf

  29. rencana strategis politeknik negeri medan tahun 2020 - 2024, diakses Mei 24, 2025, https://polmed.ac.id/wp-content/uploads/2024/08/RENSTRA-POLMED-Rev2024.pdf

  30. restra 2020-2024 revisi 1 - Politala, diakses Mei 24, 2025, https://politala.ac.id/wp-content/uploads/2022/11/Renstra-Politala-2020-2024-Edisi-Revisi-1-Tahun-2021.pdf

  31. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Tahun 2020-2024, diakses Mei 24, 2025, https://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2021/08/Renstra-Dikti-2020-2024-rev-3.1.pdf

  32. KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN RISET, DAN TEKNOLOGI - GTK Kemendikbud, diakses Mei 24, 2025, https://gtk.dikdasmen.go.id/assets/doc/rencana-strategis/20220628%20Salinan%20Perdirjen%20GTK%20tentang%20Perubahan%20Atas%20Renstra%202020-2024.pdf

  33. Perkuat Kualitas Pendidikan Vokasi, Pemerintah resmi luncurkan Perpres Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi - Politeknik Negeri Bandung, diakses Mei 24, 2025, https://www.polban.ac.id/perkuat-kualitas-pendidikan-vokasi-pemerintah-resmi-luncurkan-perpres-nomor-68-tahun-2022-tentang-revitalisasi-pendidikan-vokasi-dan-pelatihan-vokasi/

  34. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2023 - PPID - UNY, diakses Mei 24, 2025, https://ppid.uny.ac.id/sites/ppid.uny.ac.id/files/RKA%20UNY%202023.pdf

  35. Guruku: Jurnal Pendidikan Profesi Guru Vol. 4 No. 1, Maret 2025 e-ISSN, diakses Mei 24, 2025, https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/guruku/article/download/27677/8425/86507

  36. Transformasi Pendidikan Vokasional: Strategi Peningkatan Kompetensi Guru SMK melalui Teknologi di Era Revolusi Industri 4.0 | Syarif | Vocational Education National Seminar (VENS) - Jurnal Untirta, diakses Mei 24, 2025, https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/VENS/article/view/30100

  37. J U R N A L S O L M A Peningkatan Kualitas Pendidikan Calon Guru Melalui PPG Prajabatan Sebagai Bekal PPL Dalam Rangka Mencapai, diakses Mei 24, 2025, https://journal.uhamka.ac.id/index.php/solma/article/download/12340/3866/37709

  38. (PDF) Implementasi Learning Management System Sebagai Inovasi Pendidikan Era Sekolah Digital - ResearchGate, diakses Mei 24, 2025, https://www.researchgate.net/publication/383245908_Implementasi_Learning_Management_System_Sebagai_Inovasi_Pendidikan_Era_Sekolah_Digital

  39. (PDF) Studi Komparasi Pendidikan Korea Selatan - ResearchGate, diakses Mei 24, 2025, https://ejournal.upi.edu/index.php/pedadidaktika/article/download/74396/28498

  40. (PDF) Implementation of Cooperative Learning Model Type TAI (Team Assisted Individualization) to the Clothing Sewing Element of a Stand Collar in Class XI SMKN 3 Probolinggo - ResearchGate, diakses Mei 24, 2025, https://www.researchgate.net/publication/383410348_Implementation_of_Cooperative_Learning_Model_Type_TAI_Team_Assisted_Individualization_to_the_Clothing_Sewing_Element_of_a_Stand_Collar_in_Class_XI_SMKN_3_Probolinggo

  41. PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN VIDEO INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA | Jurnal Inovasi Pendidikan dan Teknologi Informasi (JIPTI) - e-Journal Ummuba, diakses Mei 24, 2025, https://ejournal.ummuba.ac.id/index.php/JIPTI/article/view/2375

  42. Effectiveness of Using Teaching Factory to Improve Professional Competence of Teachers in State Vocational Schools in Jakarta - Preprints.org, diakses Mei 24, 2025, https://www.preprints.org/manuscript/202408.0916/v1/download

  43. Implementasi Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Jurusan Teknik Kendaraan Ringan SMK AL-Anhar Bayang Impleme, diakses Mei 24, 2025, https://jtpvi.ppj.unp.ac.id/index.php/jtpvi/article/download/292/129/2082

  44. TVET Review | UNESCO, diakses Mei 24, 2025, https://www.unesco.org/en/articles/tvet-review

  45. Global trends and the future of education in 2025 - OECD, diakses Mei 24, 2025, https://www.oecd.org/en/publications/trends-shaping-education-2025_ee6587fd-en/full-report/global-trends-and-the-future-of-education-in-2025_7358e77a.html

  46. The Digitization of TVET and Skills Systems - International Labour Organization, diakses Mei 24, 2025, https://www.ilo.org/media/396161/download

  47. Full article: The wicked problem of making VET attractive ..., diakses Mei 24, 2025, https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13636820.2025.2507584?src=

  48. Project-based learning: A review of the literature - ResearchGate, diakses Mei 24, 2025, https://www.researchgate.net/publication/305517596_Project-based_learning_A_review_of_the_literature

  49. Industry Involvement in the Assessment of Workplace Learning - Science Publishing Group, diakses Mei 24, 2025, https://www.sciencepublishinggroup.com/article/10.11648/j.ijvetr.20251101.16

  50. article.sciencepg.com, diakses Mei 24, 2025, https://article.sciencepg.com/pdf/j.ijvetr.20251101.16

  51. Imperatives of Technology Integration into Vocational Education Workspace and Environment of Universities of Education in South West, Nigeria - ResearchGate, diakses Mei 24, 2025, https://www.researchgate.net/publication/391562263_Imperatives_of_Technology_Integration_into_Vocational_Education_Workspace_and_Environment_of_Universities_of_Education_in_South_West_Nigeria

  52. Imperatives of Technology Integration into Vocational Education ..., diakses Mei 24, 2025, https://www.sciencepublishinggroup.com/article/10.11648/j.ijvetr.20251101.15

  53. implementasi revitalisasi smk - Repositori Kemdikbud, diakses Mei 24, 2025, https://repositori.kemdikbud.go.id/5263/1/riXIT33kky7AMpjt8Qcz96oWg1ef5ixukA8vozns.pdf

0
Subscribe to my newsletter

Read articles from Suhendar Aryadi directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.

Written by

Suhendar Aryadi
Suhendar Aryadi