"AI Slop" dan Banjir Konten Palsu di Facebook: Antara Peluang dan Polusi Digital

Ariska HidayatAriska Hidayat
3 min read

Di tengah gempuran kecerdasan buatan (AI) yang semakin canggih, muncul satu fenomena baru yang menggelitik sekaligus mengkhawatirkan: AI Slop. Istilah ini merujuk pada gambar-gambar yang dihasilkan oleh AI generatif (seperti DALL·E, Midjourney, dan sejenisnya) yang sengaja didesain untuk memancing emosi—baik haru, nostalgia, simpati, bahkan kemuakan—demi satu tujuan: panen engagement di media sosial.

Fenomena Gambar AI yang Viral di Facebook

Gambar-gambar ini terlihat biasa saja di permukaan: anak kecil ulang tahun, veteran perang yang kehilangan anggota tubuh, kakek-nenek bahagia, dapur cantik, atau bayi lucu. Tapi jika diperhatikan lebih seksama, banyak yang terasa... aneh. Detailnya melenceng, kadang surrealis, kadang malah mengganggu. Tapi justru karena itu, gambar-gambar ini jadi viral—sering kali mendapatkan jutaan tayangan dan ribuan like di Facebook.

Konten seperti ini dikenal sebagai “engagement bait”—umpan yang dibuat untuk memancing interaksi. Ia tidak datang dari akun teman atau keluarga yang kita ikuti, tapi dari akun-akun acak yang menggunakan AI untuk menghasilkan konten massal dengan cepat dan murah.

Siapa yang Membuat AI Slop?

Mayoritas pembuat AI Slop bukan seniman atau desainer profesional, melainkan individu dari Asia Tenggara atau Asia Selatan yang memanfaatkan AI untuk mencari penghasilan tambahan. Banyak dari mereka hanya mengikuti template atau tutorial yang beredar di YouTube dan platform lainnya.

Bahkan, menurut peneliti Jiaru Tang, menjual tutorial atau template AI Slop kini menjadi bisnis tersendiri. Beberapa akun bahkan dijual di situs lelang akun media sosial setelah memiliki cukup banyak pengikut—sebuah bukti bahwa AI Slop bukan sekadar iseng, tapi bagian dari ekosistem ekonomi digital bawah tanah.

Kenapa Facebook Membiarkan Ini Terjadi?

Jawabannya terletak pada algoritma feed Facebook. Dulu, sekitar 2021, hanya 8% konten di feed pengguna berasal dari akun yang tidak mereka ikuti. Tapi kini, sepertiga konten di Facebook adalah "unconnected posts"—konten dari akun yang tidak kita follow, yang direkomendasikan oleh algoritma.

Dan karena AI Slop sering mendapat banyak interaksi, algoritma menganggapnya menarik, lalu mempromosikannya lebih luas lagi. Hasilnya: gambar-gambar absurd itu muncul di feed jutaan orang, menggantikan konten dari teman dan keluarga.

Apakah Ini Salah?

Di satu sisi, orang-orang yang membuat AI Slop hanya mencari nafkah. Beberapa adalah ibu rumah tangga, sopir ojek online, atau pekerja lepas yang mencari tambahan penghasilan dari rumah. Mereka melihat ini sebagai peluang.

Tapi di sisi lain, AI Slop merusak kualitas internet secara keseluruhan. Ia membanjiri platform dengan konten murahan, merampas ruang dari konten orisinal, dan membuat pengguna makin sulit membedakan mana yang nyata dan mana yang buatan.

Lebih parah lagi, beberapa konten AI Slop secara tidak langsung mencuri karya asli orang lain. Misalnya, seniman kayu Michael Jones melihat karyanya dijiplak berkali-kali oleh akun-akun AI yang membuat versi tiruan dari patung kayunya.

Akhirnya, Mau Dibawa ke Mana Internet Ini?

AI Slop adalah fenomena yang tidak bisa kita cegah sepenuhnya. Ia lahir dari kombinasi kemudahan teknologi, dorongan ekonomi, dan algoritma sosial media yang mendorong engagement di atas kualitas.

Sebagai pengguna, kita bisa:

  • Lebih kritis terhadap apa yang kita lihat dan share.

  • Mendukung kreator asli dengan like dan komentar di karya mereka.

  • Melaporkan akun yang menyebarkan konten menyesatkan atau palsu.

Sementara itu, sebagai pengembang teknologi dan pembuat kebijakan, mungkin sudah waktunya meninjau ulang insentif algoritmik dan model monetisasi yang membuat AI Slop begitu menjamur.


Penutup

AI Slop bukan sekadar tren, tapi cerminan dari bagaimana internet—dan media sosial khususnya—semakin menjadi ladang produksi konten massal yang menipu tapi menguntungkan. Tantangannya ke depan adalah: bagaimana kita tetap bisa merayakan kreativitas digital tanpa membanjiri dunia maya dengan sampah visual yang merusak?

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=Cedj8AKI2U8

0
Subscribe to my newsletter

Read articles from Ariska Hidayat directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.

Written by

Ariska Hidayat
Ariska Hidayat

I am an enthusiastic researcher and developer with a passion for using technology to innovate in business and education.