Merenungkan Arah Tulisan Manusia di Tengah Gempuran Tulisan AI

Muhammad IhsanMuhammad Ihsan
4 min read

Sebagai seseorang yang mempelajari AI secara formal di bangku kuliah, perkembangan AI yang sedemikian cepat seperti saat ini cukup mengejutkan saya. Saya masih ingat bagaimana rumitnya di awal membuat model klasifikasi gambar dasar menggunakan neural network ataupun membuat sentimen analisis dari 2 label yang berbeda.

Sekarang, perkembangan AI bisa dibilang cukup diluar nalar. Jika kita ingat saat GPT 3.5 pertama diperkenalkan secara luas di akhir 2022, model ini masih kesulitan melakukan banyak tugas terkait pemrograman. Tapi coba kita tengok sekarang (setidaknya tahun 2025 saat saya menulis ini), kita bisa melihat AI bisa membuat aplikasi full hanya dengan beberapa kali klik. GPT 3.5 yang sangat kuat di tahun 2022 mungkin tidak berkutik dengam model Open Source keluaran terbaru tahun 2025. Meskipun model GPT 3.5 sendiri jauh lebih kuat jika dibandingkan dengan pendahulunya termasuk model-model dasar yang banyak dipelajari sewaktu kuliah.

Layaknya pisau bermata dua, perkembangan AI juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Dari sisi penulisan misalnya, semakin banyak tulisan-tulisan yang terindikasi dibuat oleh AI. Konten-konten ini membanjiri banyak platform seperti medium bahkan sampai jurnal ilmiah. Hal yang perlu direnungkan, bagaimana arah tulisan manusia nantinya?

Apa yang Bisa Diberikan AI?

Secara umum, AI bekerja dengan mempelajari pola yang ada pada data. Dia dilatih sedemikian rupa dengan data yang besar sehingga bisa menjawab masalah dalam banyak topik. Maka dari itu, kita mungkin bisa mendapatkan jawaban yang baik dari AI pada hal-hal yang sudah baku atau terdokumentasi dengan baik.

Sebagai seseorang yang juga pernah membuat konten menggunakan AI. Saya mengakui bahwa dalam banyak hal, AI bisa membuat tulisan yang lebih baik dari saya sendiri. Anda mungkin bisa melihat di sebagian konten-konten awal saya di medium.

Jika kita yang sering menggunakan AI, mungkin kita akan bisa mengenali pola tulisan yang dibuat oleh AI dibandingkan dengan manusia. Saya sendiri masih belum sepeka itu, tapi setidaknya menurut saya, hal yang menjadi kelebihan dari tulisan manusia adalah “ketidaksempurnaannya“.


Tulisan Bukan Hanya Soal Hasil, Tapi Proses

Bagi banyak orang, menulis bukan hanya sekadar untuk berbagi kepada orang lain, tapi juga refleksi untuk diri sendiri. Lewat tulisan, kita bisa melihat sekilas cara seseorang berfikir dan bercerita. Bagaimana seseorang bisa merefleksikan isi kepalanya ke dalam media tulisan.

Hal inilah yang membedakan manusia dengan AI. Sebagai program komputer, memang dia bisa membuat tulisan, tapi mungkin tidak memiliki “jiwa“ tersendiri seperti tulisan manusia. Tulisan AI cenderung teratur beserta dan memiliki style yang flat, hal ini disesuaikan dengan prompt yang ditentukan oleh user.

Keteraturan ini mungkin akan membuat kita sulit menemukan ikatan emosional antara pembaca dengan tulisan AI. Karena pada sebagian orang, menulis adalah proses eksistensial yang didalamnya juga menampung emosi dan perasaan penulisnya. Di sinilah tulisan manusia saya rasa akan tetap memiliki pangsa pasarnya tersendiri.


Berkolaborasi atau Berkompetisi?

Di satu sisi, AI juga bisa membantu seseorang menulis tanpa harus bergantung 100% ataupun menghilangkan style penulisannya sendiri. Seorang penulis bisa saja menggunakan AI sebagai teman diskusi untuk tulisan-tulisannya. Ini tidak ada bedanya seperti peralihan penerimaan informasi dari yang dulu terpusat di buku kepada zaman internet.

Bisa dikatakan, saat ini kita berada di masa transisi pengumpulan informasi awal dari browsing ke prompting.

Tulisan-tulisan full AI memang bisa memberikan penjelasan yang lebih baik saat menjelaskan suatu dokumentasi kode misalnya dibandingkan manusia. Tapi, bagaimana pada topik yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman pribadi manusia? Tentu hal ini tidak bisa digantikan dengan AI.

Pilihan akhirnya kembali kepada kita, entah pesimis dan hanya meratapi dunia kita dipenuhi tulisan oleh AI atau tetap percaya bahwa akan selalu ada tempat untuk konten tulisan yang dibuat oleh manusia?


Belajar dari Dunia Catur

Kita perlu sedikit menengok ke ranah yang pertama kali “dianggap kalah“ oleh komputer, dunia catur. Pada tahun 1997 (Jauh sebelum GPT 3.5 pada 2022), juara dunia catur Gary Kasparov kalah dalam pertandingan catur klasik melawan komputer Deep Blue. Lalu pertanyaannya, apakah dunia catur setelah itu? Kenyataannya tidak, dunia catur justru tetap bertumbuh.

Meskipun saat ini mungkin bisa dikatakan mustahil pemain manusia bisa mengalahkan mesin catur terbaik. Cabang olahraga catur yang dimainkan manusia tetap menjadi primadona tersendiri karena adanya sentuhan kreativitas manusia yang ditunggu-tunggu setiap pertandingannya. Adanya AI justru menjadi rekan latihan yang baik bagi para grandmaster untuk mengembangkan permainannya.

Begitu juga dengan tulisan, bisa saja bombardir tulisan AI yang membanjiri linimasa kita menjadi tonggak awal dari “gaya baru“ menulis manusia di era ini. Mungkin kita melihat bahwa tulisan hasil AI lebih baik pada sebagian topik. Tapi tetap saja, akan ada sisi di mana tulisan asli manusia akan lebih bersinar.


Penutup

AI memang bisa menulis dengan baik, ia bisa membuat tulisan dengan analogi, penjelasan deskriptif dan hal-hal teknis lainnya.

Meskipun demikian, di tengah gempuran tulisan yang dibuat oleh mesin. Tulisan asli manusia tetap akan hidup dan akan selalu memiliki pasarnya tersendiri.

Terlebih lagi, menulis bukan hanya membagikan pemikiran kita kepada orang lain. Tetapi juga sebagai refleksi dari apa yang kita baca dan apa saja yang kita alami.

0
Subscribe to my newsletter

Read articles from Muhammad Ihsan directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.

Written by

Muhammad Ihsan
Muhammad Ihsan

AI, ML and DL Enthusiast. https://www.upwork.com/freelancers/emhaihsan https://github.com/emhaihsan https://linkedin.com/in/emhaihsan