Ngobrol Karier di Warung Kopi


Tiba-tiba dapet whatsapp dari temen, katanya ada temennya yang pengen konsultasi tentang karir. Pain point-nya adalah, ingin segera dapet pekerjaan. Yah, aku bukan career coach, tapi kalau untuk ngobrol santai, sharing sambil ngopi, skuy lah. Dan karena menurutku ada beberapa obrolan yang menarik, maka aku coba catat 6 poin yang menarik.
Apa yang Kamu Jual?
Pertanyaan pertama yang langsung aku lontarkan. Ya, benar, mencari pekerjaan itu sama seperti berjualan. Dan yang menarik adalah, apa yang dijual? Jawaban ini akan berpengaruh dari cara kita berusaha maupun hal yang lain. Apakah jawabannya adalah skill tertentu yang kita jual? Sayangnya kurang tepat. Karena yang kita harusnya bukan sekedar skill, melainkan “solusi”. Sebagai contoh, alih-alih menjual kemampuan desain, maka akan lebih baik jika yang kita jual adalah solusi bagi perusahaan yang mempunyai masalah dalam hal desain marketing mereka agar omsetnya meningkat.
Contoh lain, jika dalam menyusun profil linkedin, alih-alih menjelaskan jobdesc kita di pengalaman kerja, maka akan lebih menjual jika yang kita cantumkan justru adalah masalah yang berhasil kita selesaikan saat menjabat peran tersebut. Karena perusahaan tidak hire karyawan karena skillnya, melainkan karena perusahaan tersebut sedang memiliki sebuah masalah, dan mencari calon karyawan yang bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut. Yah meski ujung-ujungnya juga tetap butuh skill untuk menyelesaikan hal tersebut, hanya saja berbeda cara pandang.
Kebanyakan orang sekitarmu meminta bantuanmu tentang Apa, yang bahkan mereka berani bayar?
Sebenernya skill, pengalaman dan pendidikannya sangat mumpuni. Jadi sudah ada diskusi kalau butuh meningkatkan personal brand agar lebih bisa dapat pekerjaan. Namun, alih-alih membahas brand persona apa yang ingin dibangun, aku coba arahkan pembahasannya ke sebenernya seperti apa persepsi orang terhadap kita saat ini. Karena tujuan utama branding adalah tentang persepsi, maka daripada kita terlalu effort untuk membangun brand baru, mengapa kita tidak memperkuat brand yang sudah ada saat ini. Meng-utilize persepsi orang yang sudah terbangun akan lebih cepat menghasilkan daripada harus membangun persepsi baru.
“Perbanyak Daun terlebih dahulu. Tanaman belum bisa berbuah kalau daunnya baru satu.”
Mungkin ini sedikit filosofis. Daun berfungsi untuk fotosintesis dari cahaya matahari yang dia dapatkan. Dan untuk menghasilkan 1 biji buah saja, dia harus memperbanyak daunnya terlebih dahulu agar bisa menerima sebanyak mungkin cahaya. Saat daunnya sudah cukup banyak, maka buah pertama akan muncul, lalu disusul buah-buah selanjutnya. Jika cahaya matahari kita ibaratkan kesempatan dalam mendapatkan rezeki, termasuk pekerjaan, maka daun juga bisa kita ibaratkan jumlah dan jenis upaya yang telah kita bangun. Bangun upaya, bangun channel, bangun relasi, bangun wadah, untuk siap menerima kesempatan sebaik mungkin. Sebagai salah satu contoh, tidak sedikit contoh kasus berhasilnya seseorang mendapatkan pekerjaan atau proyek melalui relasinya yang banyak. Karena sudah terjalin trust, maka dia bisa mendapatkan pekerjaan tanpa harus melalui proses seleksi yang rumit.
Solusi mungkin sangat dekat dan sangat sederhana. Hanya kita yang belum sadar Aja.
Saat sudah mulai memahami hal besar apa yang ingin dilakukan dan mulai membahas langkah teknis, sering kali yang terpikirkan adalah langkah hebat, besar, ideal dan keren. Sebagai contoh, ketika ingin membangun studi kasus, sering kali mencoba mencari-cari kasus yang dimiliki oleh orang lain atau perusahaan lain untuk bisa diangkat. Akhirnya mencoba mencari dan masih belum menemukan poin yang diinginkan. Namun, alih-alih mencari studi kasus orang lain yang belum tentu dapat, kita bisa mengangkat studi kasus kita sendiri terlebih dahulu. Kita bisa awali dari diri sendiri, dari hal yang terkecil, remeh dan mungkin selama ini kita pandang tidak penting. Karena seringkali, solusi itu dekat dan sederhana, kitanya aja yang belum menyadarinya, atau tidak mau mengakuinya.
Tugas kita cuman berusaha. Udah ada yang Maha Ngatur.
Ini soal mental dan menata ekspektasi. Jangan sampai kita merasa, kalau kita udah berusaha keras, maksimal, banyak hal yang sudah kita lakukan dan ideal, maka serta merta kita harus berhasil. Karena jika gagal, bisa-bisa kita akan menyalahkan usaha dan proses yang sudah kita lakukan dengan baik. Jangan lupa, ada Yang Ngatur. Selama kita udah berusaha yang terbaik, kalau belum berhasil, ya karena belum waktunya aja. Dan biasanya saat waktunya tiba, akan ada hal yang jauh lebih baik yang kita dapatkan, yang mungkin tidak kita duga sama sekali. Pun juga sebaliknya, kalau usaha kita belum maksimal, maka jangan bilang belum berhasil karena belum waktunya, tapi fokus perbaiki diri dulu. Karena tugas kita adalah berusaha yang terbaik.
Lalu, apa Langkah yang harus dilakukan?
Di penghujung obrolan, aku ditanya, “lalu langkah awal apa yang harus dilakukan?” Dan pertanyaan itu tidak aku jawab, dan malah aku tanya balik 😂. Lalu aku jelaskan, kalau semua yang aku share dan omongkan, itu adalah subjektifitasku saja, dan bisa banget kalau itu bias, maka jadikanlah sebatas referensi aja. Untuk langkah selanjutnya? Hanya kita sendiri yang paling tau apa yang paling bisa kita lakukan saat ini. Jadi tentuin sendiri, cobain, evaluasi.
Obrolan semalam mungkin hanya berlangsung singkat, tapi semoga bisa membantu untuk mendapatkan yang terbaik. Semoga apa pun yang ada dalam doa kita, dapat terkabulkan. Aamiin…
Subscribe to my newsletter
Read articles from Misbakhul Mustofin directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.
Written by
