Tasyakur: Kunci Mendalami Al-Qur’an dan Ayat-Ayat Kauniyyah Menuju Ridha Allah

Ariska HidayatAriska Hidayat
4 min read

Di antara banyak pintu untuk mendekat kepada Allah, ada satu yang sering terabaikan namun sangat fundamental: tasyakur, yaitu kesadaran penuh atas nikmat yang Allah limpahkan, yang diikuti dengan respon positif melalui hati, lisan, dan amal. Tasyakur bukan sekadar ucapan syukur, tetapi fondasi ruhani yang membuat seseorang bisa menyelami makna Al-Qur’an — baik ayat-ayat tertulis (qauliyyah) maupun ayat-ayat alam semesta (kauniyyah) — dengan kejernihan dan kedekatan kepada Allah.

Tulisan ini mengajak kita merenung: Bagaimana tasyakur menjadi pintu untuk menggali ilmu dari ayat-ayat kauniyyah dan mendapatkan ridha Allah?


1. Tasyakur: Lebih dari Sekadar Alhamdulillah

Tasyakur berasal dari akar kata syakara-yasykuru, yang maknanya tidak hanya “berterima kasih”, tetapi juga “menampakkan nikmat dan menjadikannya bermakna”. Dalam konteks Islam, tasyakur bukan sekadar ekspresi lisan, melainkan perjalanan hati dan amal dalam merespons kebaikan dari Sang Pencipta.

Seorang hamba yang bersyukur tidak hanya menyadari nikmat, tetapi juga menggunakannya untuk mendekat kepada Allah dan menjauh dari kebatilan.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu...”
(QS. Ibrahim: 7)


2. Al-Qur’an dan Dua Jenis Ayat: Qauliyyah dan Kauniyyah

Al-Qur’an menyebut bahwa seluruh alam semesta adalah tanda-tanda (ayat) Allah. Para ulama mengelompokkan ayat menjadi dua:

  • Ayat Qauliyyah: Wahyu Allah dalam bentuk lafaz — yaitu teks-teks Al-Qur’an yang kita baca.

  • Ayat Kauniyyah: Tanda-tanda kebesaran Allah yang tersebar dalam ciptaan-Nya — dari gugusan bintang, genetika manusia, hingga hukum gravitasi dan sejarah umat.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”
(QS. Ali ‘Imran: 190)

Merenungi ayat-ayat kauniyyah tanpa tasyakur bisa membawa pada kesombongan. Tapi jika disertai syukur, ia bisa menjadi jalan menuju makrifat dan ridha Allah.


3. Tasyakur Menghidupkan Tadabbur

Tadabbur berarti merenungi, menyelami, dan menghayati kandungan ayat secara mendalam. Tapi tadabbur tidak akan hidup bila hati kotor oleh keluhan dan ketidakpuasan. Di sinilah tasyakur berperan:

  • Membersihkan hati dari keluh kesah

  • Membuka mata terhadap nikmat-nikmat yang tersembunyi

  • Membuat hati siap menyambut ilmu dan hikmah

Seorang yang bersyukur akan melihat masalah sebagai pintu ilmu, dan nikmat sebagai panggilan amal.

Contoh: saat merenungi penciptaan janin di dalam rahim (QS. Al-Mu’minun: 12-14), seorang peneliti yang bersyukur akan menangis haru dan menyadari betapa kecil dirinya di hadapan kebesaran Ilahi. Ia tidak hanya membaca ayat, tapi merasakan kehadiran Allah di balik setiap ciptaan.


4. Ilmu Tanpa Tasyakur: Jalan Menuju Kesombongan

Sejarah mencatat bahwa banyak ilmuwan yang mengenal ciptaan Allah, namun tidak mengenal Allah sebagai Sang Pencipta. Mereka mempelajari hukum alam, tapi tidak tunduk kepada Pemilik alam. Inilah bahaya ilmu tanpa syukur: menjadikan manusia merasa cukup dan melupakan Tuhan.

“Mereka mengetahui yang lahir dari kehidupan dunia, tetapi terhadap kehidupan akhirat mereka lalai.”
(QS. Ar-Rum: 7)

Tasyakur melindungi akal dari kesombongan. Ia menjaga agar ilmu tidak menjadi alat untuk kemaksiatan, tetapi menjadi sarana untuk beribadah dan mengajak manusia mengenal Allah.


5. Tasyakur sebagai Jalan Menuju Ridha Allah

Allah tidak hanya menciptakan alam semesta, tetapi juga mengundang kita untuk mengenalnya melalui ciptaan-Nya. Maka, ketika kita:

  • Bersyukur atas nikmat akal dan penglihatan

  • Menggunakannya untuk meneliti, merenung, dan menyebarkan ilmu

  • Lalu memuji-Nya dan mempersembahkan hasilnya untuk kemaslahatan umat

… Maka inilah jalan yang mengantarkan kita menuju ridha-Nya.

“Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
(QS. Ali 'Imran: 145)


6. Contoh Nyata: Santri dan Ilmuwan Muslim

Bayangkan seorang santri yang:

  • Pagi hari menghafal dan mentadabburi Al-Qur’an

  • Siang hari meneliti tentang struktur tumbuhan, bintang, atau AI

  • Lalu di malam hari berdoa sambil menangis, “Ya Allah, Engkau Maha Sempurna… aku hanya hamba-Mu yang lemah...”

Atau seorang ilmuwan muslim yang:

  • Mempelajari partikel fisika atau jaringan otak

  • Lalu membaca ayat tentang penciptaan manusia, menangis haru, dan mempersembahkan temuannya untuk dunia Islam

Mereka tidak hanya belajar — mereka bersyukur, mereka tadabbur, dan mereka menjadikan ilmu sebagai ibadah. Di sinilah kemuliaan umat Islam dimulai kembali: ketika ilmu dan iman bertemu di hati yang bersyukur.


7. Penutup: Saatnya Bangkit dengan Ilmu dan Syukur

Umat Islam memiliki dua kekuatan besar: wahyu dan akal. Tapi keduanya hanya akan menjadi cahaya jika dibungkus dengan tasyakur. Tanpa syukur, wahyu hanya menjadi hafalan. Tanpa syukur, akal hanya menjadi ambisi dunia.

Namun dengan tasyakur, setiap detik belajar, setiap hasil riset, setiap pengamatan bintang dan sel akan menjadi zikir, ibadah, dan jalan menuju ridha Allah.


Kesimpulan

Tasyakur adalah jembatan antara ilmu dan iman, antara tadabbur dan amal. Ia membentuk hati yang peka terhadap ayat-ayat Allah, baik yang tertulis maupun yang terhampar di alam semesta. Dengan tasyakur, ilmu menjadi jalan cahaya, dan hidup kita menjadi tangga menuju ridha-Nya.

0
Subscribe to my newsletter

Read articles from Ariska Hidayat directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.

Written by

Ariska Hidayat
Ariska Hidayat

I am an enthusiastic researcher and developer with a passion for using technology to innovate in business and education.