Membangun Karakter dengan Grit: Pelita Bagi Pengajar di Tengah Gelapnya Semangat Siswa


Pendahuluan: Realita yang Tidak Ideal
Para pengajar di zaman ini menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Di satu sisi, ada kurikulum, target capaian, dan tekanan sosial. Di sisi lain, mereka berhadapan langsung dengan realita murid-murid yang:
Cepat menyerah,
Kurang semangat belajar,
Ketagihan hal instan,
Lebih aktif di dunia maya daripada dunia nyata,
Dan tidak sedikit yang malas berusaha, namun ingin hasil besar.
Fenomena ini bukan hanya menghambat proses pendidikan, tapi juga bisa menggerus mental para pengajar. Rasa kecewa, lelah emosional, bahkan keinginan untuk menyerah dari profesi mulia ini pun sering muncul.
Namun, justru di sinilah ujian sejati seorang pengajar: bukan hanya menyampaikan ilmu, tapi membentuk karakter. Dan salah satu karakter yang harus ditanamkan dengan sabar dan istiqamah adalah GRIT.
Grit: Bukan Sekadar Pintar, Tapi Tahan Banting
Grit adalah kombinasi dari passion (hasrat terhadap tujuan jangka panjang) dan perseverance (ketekunan yang tak kenal lelah). Konsep ini dipopulerkan oleh Angela Duckworth, seorang psikolog pendidikan, yang meneliti bahwa kesuksesan dalam jangka panjang tidak ditentukan oleh IQ atau bakat, tapi oleh kegigihan yang konsisten.
Grit membuat seseorang:
Terus maju meski lambat.
Tidak berhenti walau gagal.
Fokus pada tujuan besar, bukan sekadar kenyamanan hari ini.
Siswa Zaman Now: Terlatih Instan, Takut Proses
Para siswa masa kini hidup dalam budaya serba cepat: pesan instan, hiburan instan, bahkan solusi instan dari Google dan ChatGPT. Maka, kebiasaan menunda, kemalasan, atau menghindar dari tantangan bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka belum terbiasa ditempa.
Mereka tidak malas karena bodoh, tapi karena terlalu lama dimanja oleh sistem yang instan.
Tugas kita sebagai pendidik bukan sekadar mengajar materi, tapi mentransformasikan jiwa.
Dampaknya Bagi Pengajar: Lelah Hati dan Patah Semangat
Ketika murid tidak menunjukkan perubahan, wajar jika pengajar merasa:
Putus asa,
Terbebani,
Ingin menyerah,
Bahkan merasa gagal.
Namun, kita perlu ingat bahwa Nabi Nuh ‘alayhis salam berdakwah selama 950 tahun hanya dengan sedikit pengikut. Bahkan beliau tetap dipuji sebagai salah satu rasul ulul ‘azmi karena keteguhan dan kesabaran jangka panjangnya, bukan karena kuantitas keberhasilan.
Mengajar Grit, Butuh Grit
Agar murid punya grit, maka pengajar juga harus memiliki grit. Tidak cukup hanya sabar sesaat, tapi istiqamah dalam mendidik jiwa.
Beberapa prinsip yang bisa menolong pengajar bertahan:
1. Fokus pada Proses, Bukan Hasil
Pengajar adalah penanam benih, bukan pemetik buah. Jangan terbebani jika buahnya belum tampak hari ini.
2. Jangan Ambil Hati Penolakan Siswa
Ketika murid menolak, membangkang, atau tidak berubah, jangan anggap itu cerminan kegagalan Anda. Mungkin Anda sedang menabur kebaikan yang baru akan tumbuh 10 tahun lagi.
3. Bina Grit dengan Teladan
Siswa tidak belajar dari ceramah motivasi, tapi dari konsistensi sikap gurunya:
Melihat Anda tidak menyerah pada mereka.
Melihat Anda tetap hadir meski ditolak.
Melihat Anda terus berharap meski hasil belum tampak.
4. Bangun Lingkungan Bertumbuh, Bukan Hanya Tekanan
Grit bukan dibangun dengan hardikan, tapi dengan:
Tantangan bertahap,
Evaluasi progres,
Dukungan moral,
Kesempatan kedua dan ketiga.
Strategi Praktis: Menanam Grit dalam Pembelajaran
Beri tugas jangka panjang yang menantang, bukan sekadar soal-soal hafalan.
Gunakan jurnal proses: siswa diminta mencatat kemajuan harian mereka, sekecil apa pun.
Adakan sharing kegagalan dan pelajaran, agar murid belajar dari jatuh bangun, bukan hanya dari sukses.
Berikan reward atas ketekunan, bukan hanya atas nilai tertinggi.
Libatkan siswa dalam penetapan target pribadi, bukan sekadar menelan target sekolah.
Pesan untuk Para Pengajar:
“Kalau kita menanam padi, tidak serta-merta langsung panen. Tapi kalau kita terus rawat, insyaAllah suatu hari hasilnya akan nyata. Bahkan jika bukan kita yang memetiknya, murid kita akan mengenangnya sepanjang hidup.”
Jangan berhenti hanya karena siswa Anda tampak tidak peduli. Karena bisa jadi mereka hanya butuh satu guru yang tidak menyerah pada mereka, untuk menyelamatkan hidup mereka.
Penutup: Pendidikan Butuh Kesabaran Nabi dan Grit Sang Pembelajar
Jika kita ingin melahirkan generasi kuat, jangan hanya isi kepala mereka. Bangunlah jiwa yang tahan uji, tidak cengeng, tidak instan, dan tidak mudah menyerah. Generasi seperti itu tidak lahir dari guru yang cepat lelah dan ingin semua serba instan pula.
Bangunlah grit dalam diri Anda terlebih dahulu, maka dengan izin Allah, grit itu akan menular—perlahan tapi pasti—pada murid Anda.
Subscribe to my newsletter
Read articles from Ariska Hidayat directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.
Written by

Ariska Hidayat
Ariska Hidayat
I am an enthusiastic researcher and developer with a passion for using technology to innovate in business and education.