Pertumbuhan SPKLU di Indonesia: Infrastruktur Kunci Menuju Era Mobil Listrik


Jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia terus bertambah pesat, seiring lonjakan pengguna mobil listrik. Pemerintah, BUMN, dan sektor swasta berpacu membangun infrastruktur ini untuk mendukung transisi energi bersih.
Lonjakan Pertumbuhan SPKLU
Dalam lima tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan dalam penggunaan mobil listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa hingga Juli 2025, sudah ada 7.200 unit SPKLU yang tersebar di 38 provinsi. Angka ini melonjak hampir 80% dibandingkan tahun 2023, menandakan percepatan yang luar biasa.
Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur menjadi tiga provinsi dengan jumlah SPKLU terbanyak. Wilayah ini dipilih bukan tanpa alasan: populasinya padat, pertumbuhan kendaraan listrik tinggi, dan aktivitas mobilitas masyarakat yang intens.
“Kami menargetkan 10 ribu SPKLU beroperasi pada 2026 untuk memastikan jarak antar titik pengisian tidak lebih dari 50 kilometer,” kata Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM.
BACA JUGA: Teknologi Baterai Mobil Listrik Terbaru: Lebih Cepat Isi, Lebih Lama Digunakan
Distribusi & Aksesibilitas SPKLU
Jika dulu SPKLU identik hanya berada di kota besar, kini distribusinya semakin merata. Banyak titik pengisian yang dibangun di jalur tol antarprovinsi, bandara internasional, hingga kawasan wisata.
Di Pulau Jawa, misalnya, hampir semua rest area di Tol Trans-Jawa kini dilengkapi SPKLU. Wisatawan yang menuju Bali melalui jalur darat bisa mengisi daya dengan nyaman di beberapa titik di Jawa Timur dan Bali.
Beberapa destinasi wisata favorit seperti Bali, Yogyakarta, dan Labuan Bajo juga telah memiliki SPKLU strategis. Kehadiran infrastruktur ini sangat penting untuk mendukung perjalanan jarak jauh dan memastikan pengguna mobil listrik tidak terjebak kekhawatiran kehabisan daya di tengah perjalanan.
Perkembangan Teknologi Pengisian Daya
Perubahan signifikan tidak hanya terlihat dari jumlah SPKLU, tetapi juga teknologi yang digunakan. Operator besar seperti PLN, Pertamina Power Indonesia, dan sejumlah perusahaan swasta kini mulai menghadirkan SPKLU ultra-fast charging dengan daya hingga 350 kW.
Dengan teknologi ini, mobil listrik dapat diisi hingga 80% hanya dalam 15–20 menit. Hal ini menjadi lompatan besar, mengingat waktu pengisian konvensional bisa memakan waktu lebih dari satu jam.
Selain itu, beberapa SPKLU mulai mengintegrasikan sistem pembayaran digital dan real-time monitoring untuk memudahkan pengguna memantau progres pengisian.
Tantangan Infrastruktur SPKLU
Meski perkembangan pesat, distribusi SPKLU di luar Jawa dan Bali masih tertinggal. Di beberapa wilayah Kalimantan, Maluku, dan Papua, jarak antar SPKLU bisa mencapai 200–300 kilometer. Kondisi ini menjadi hambatan bagi penetrasi mobil listrik di daerah tersebut.
Dari sisi investasi, biaya pembangunan SPKLU juga tergolong tinggi. Rata-rata dibutuhkan modal Rp500 juta hingga Rp1,5 miliar per unit, tergantung kapasitas dan lokasi. Selain biaya instalasi, tantangan lain adalah ketersediaan daya listrik yang memadai, terutama untuk teknologi ultra-fast charging.
Tidak hanya itu, perawatan dan ketersediaan suku cadang juga menjadi pekerjaan rumah. SPKLU yang rusak atau tidak berfungsi dapat mengganggu kepercayaan publik terhadap ekosistem kendaraan listrik.
Dukungan Kebijakan Pemerintah
Pemerintah menyadari pentingnya peran SPKLU dalam membentuk ekosistem kendaraan listrik. Sejumlah kebijakan telah diluncurkan, mulai dari insentif fiskal seperti pembebasan bea masuk peralatan, hingga insentif nonfiskal seperti kemudahan perizinan.
Selain itu, PLN memberikan tarif listrik khusus untuk SPKLU, sehingga biaya pengisian bagi pengguna bisa lebih terjangkau. Kebijakan ini sejalan dengan target nasional net zero emission pada 2060.
Kementerian ESDM juga mengajak investor swasta untuk ikut serta dalam pengembangan infrastruktur kendaraan listrik, dengan menawarkan skema kerja sama yang fleksibel dan saling menguntungkan.
Kolaborasi dan Investasi Multipihak
Ekspansi SPKLU di Indonesia tidak mungkin hanya mengandalkan pemerintah. Peran BUMN, swasta, hingga startup teknologi sangat vital.
PLN misalnya, telah menggandeng beberapa perusahaan otomotif untuk membangun SPKLU di dealer resmi. Pertamina Power Indonesia juga bekerja sama dengan operator tol untuk memperluas jaringan di jalur strategis.
Startup energi terbarukan bahkan mulai mengembangkan konsep stasiun pengisian daya mobil listrik berbasis energi surya, yang bisa menjadi solusi ramah lingkungan sekaligus mengurangi beban jaringan listrik nasional.
Masa Depan SPKLU di Indonesia
Dengan tren pertumbuhan kendaraan listrik yang kian pesat, keberadaan SPKLU akan menjadi tulang punggung infrastruktur transportasi masa depan. Diperkirakan, dalam 5–10 tahun ke depan, jumlah SPKLU bisa melampaui 20 ribu unit, menjangkau hingga daerah terpencil.
Pemerataan SPKLU juga akan membuka peluang ekonomi baru, mulai dari bisnis kafe di sekitar titik pengisian, hingga layanan on-demand charging menggunakan kendaraan pengisi daya portabel.
Jika strategi ini berjalan sesuai rencana, Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara dengan ekosistem kendaraan listrik terlengkap di Asia Tenggara.
Pertumbuhan SPKLU di Indonesia adalah tanda nyata bahwa transisi menuju mobilitas rendah emisi sedang berlangsung. Meski masih ada tantangan dalam hal pemerataan dan biaya investasi, kolaborasi lintas sektor memberi harapan besar.
Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan inovasi teknologi yang terus berkembang, stasiun pengisian daya mobil listrik akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Pada akhirnya, keberadaan SPKLU bukan hanya soal kenyamanan pengemudi mobil listrik, tetapi juga langkah penting menuju masa depan transportasi yang lebih hijau.
Subscribe to my newsletter
Read articles from Halaman Otomotif directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.
Written by
