Menikmati Kehidupan vs Bermain Kehidupan


Judul: Menikmati Kehidupan vs Bermain Kehidupan
Penulis: Latif Harkat
Manusia modern dihadapkan pada dua pilihan yang tak pernah sederhana: menikmati kehidupan atau bermain kehidupan.
Menikmati kehidupan berarti berjalan di jalur yang sudah disiapkan dunia. Sekolah, bekerja, menikah, lalu mati. Hidup yang membosankan, tetapi penuh serpihan emosi kecil: bahagia yang cepat sirna, kesedihan yang berulang, kemarahan yang tak jelas asalnya. Hidup yang terjebak dalam pola yang sama, mengikuti tren, mengejar sesuatu yang viral hari ini lalu melupakannya esok. Menikmati kehidupan berarti menerima absurditas dengan pasrah, membiarkan waktu menelan diri perlahan.
Bermain kehidupan adalah wilayah mereka yang berhasil keluar dari jalur itu. Para pebisnis besar, pejabat, CEO, dan orang-orang kaya kuasa. Mereka tidak lagi sekadar hidup, melainkan mempermainkan kehidupan itu sendiri. Uang bagi mereka bukan kebutuhan, melainkan senjata. Koneksi bukan sekadar hubungan, melainkan strategi. Mereka tidak bekerja untuk bertahan, melainkan membuat ribuan orang lain bekerja bagi mereka.
Manusia modern yang menikmati hidup hanyalah pion, sedangkan para pemain kehidupan adalah tangan yang menggerakkan papan. Mereka memimpin, mengatur, memanfaatkan kebosanan orang lain demi melanggengkan permainan mereka. Perbedaan itu begitu jelas: manusia modern hidup dalam keterbatasan, sementara para pemain kehidupan hidup dalam kelimpahan dan kendali.
Lalu saya? Saya hanyalah seseorang yang sadar, tetapi tetap terikat. Saya peka terhadap kebosanan hidup modern, saya tahu ada permainan di atas sana, namun saya masih harus tunduk pada realitas paling sederhana: uang. Tanpa uang, kita hanyalah penonton di pinggir arena, mengerti jalannya permainan, tetapi tak pernah punya kesempatan untuk masuk ke dalamnya.
Dan di titik inilah pertanyaan itu selalu kembali: apakah lebih baik menikmati kehidupan dengan pasrah, atau bermain kehidupan dengan segala intrik dan kehendak kuasa? Atau jangan-jangan kita tidak pernah benar-benar memiliki pilihan? Mungkin hidup hanyalah seni berjalan di antara keduanya—menikmati ketika harus, bermain ketika mampu.
Namun pada akhirnya, semua itu hanya wajah berbeda dari kekalahan yang sama. Menikmati hanyalah tunduk pada lingkaran; bermain hanyalah menunda kehancuran. Pada akhirnya manusia tetap kalah—entah sebagai pion yang patuh, atau sebagai raja yang tetap mati di akhir permainan.
Subscribe to my newsletter
Read articles from Latif Harkat directly inside your inbox. Subscribe to the newsletter, and don't miss out.
Written by

Latif Harkat
Latif Harkat
Nihillisme adalah kebenaran, mencari makna dalam hidup adalah pilihan